Kamis 19 Mar 2015 13:00 WIB

Rupiah Mulai Tinggalkan Rp 13 Ribu

Petugas menyortir mata uang rupiah di cash center BNI di Jakarta, Selasa (3/3).
Foto: Prayogi/Republika
Petugas menyortir mata uang rupiah di cash center BNI di Jakarta, Selasa (3/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai meninggalkan level Rp 13 ribu. Dalam JISDOR, rupiah pada Kamis (19/3) ditransaksikan pada Rp 13.008 per dolar AS, menguat dari hari sebelumnya yang ditransaksikan pada Rp 13.164 per dolar AS.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Peter Jacobs, mengatakan penguatan disebabkan oleh pengumuman Bank sentral AS, the Federal Reserve (the Fed). "Karena pengumuman Fed yang agak dovish yang mengatakan kemungkinan belum akan menaikan rate di bulan Juni," ujar Peter, Kamis (19/3).

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta bergerak menguat sebesar 116 poin menjadi Rp 13.039 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.155 per dolar AS.

"Dolar AS jatuh setelah bank sentral AS (the Fed) memberikan sinyal belum akan menenaikan suku bunga lebih cepat, sehingga memberikan momentum bagi mata uang utama dunia, termasuk rupiah bergerak menguat," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta.

Di luar dugaan, ia mengemukakan bahwa survei internal the Fed justru memangkas proyeksi suku bunganya, sehingga menyebabkan harapan kenaikan suku bunga yang agresif tidak terealisasi. Survei internal the Fed memangkas proyeksi kenaikan suku bunga dari 1,125 persen menjadi 0,625 persen.

Di sisi lain, ia mengatakan bahwa intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia menambah topangan bagi mata uang rupiah untuk bergerak melanjutkan penguatan lebih tinggi terhadap dolar AS. "Aksi BI itu seiring dengan kondisi nilai tukar rupiah yang jauh dari nilai fundamentalnya. Rupiah diperkirakan menikmati momentum penguatan menyusul sentimen yang beradar cukup positif," katanya.

Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova menambahkan bahwa meski lambat laun the Fed nantinya akan menaikan suku bunganya, namun diperkirakan tidak akan berdampak signifikan menyusul adanya pemangkasan proyeksi besaran Fed fund rate. "Proyeksinya, Fed fund rate masih di bawah satu persen, sehingga investasi di pasar negara berkembang masih cukup atraktif," katanya.

Menurut dia, sinyal the Fed itu dikarenakan pasar tenaga kerja AS yang belum sesuai harapan serta inflasi AS yang juga belum mencapai target yakni sebesar dua persen dalam jangka menengah. Dua faktor itu menjadi salah satu kunci the Fed untuk menaikan suku bunganya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement