Rabu 18 Mar 2015 12:21 WIB

UU Migas Dibuatkan Asing, Indonesia Disebut Belum Merdeka

Rep: C14/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ekplorasi migas
Ekplorasi migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir mengungkapkan, ada banyak produk perundang-undangan yang korup. Sebab, produk-produk legislasi itu berseberangan dengan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Salah satu regulasi yang demikian, lanjut Baswir, adalah UU Minyak Bumi dan Gas Alam (Migas). "Draf Undang-undang Migas dibuatkan oleh World Bank (WB) dan ADB (Asia Development Bank). Lha? Ini republik kita sudah merdeka apa belum?" ucap Revrisond Baswir saat menghadiri Diskusi Publik yang diadakan Transparency International Indonesia (TII) di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (17/3).

Maka dari itu, lanjut Baswir, ketika dilakukan dua kali uji materi atas UU Migas ke Mahkamah Konstitusi (MK), regulasi ini dikenai koreksi. Setidaknya, ada dua implikasi, pertama, kata Baswir, harga bahan bakar minyak (BBM) tidak boleh dilepas ke pasar. Kedua, lembaga BP Migas harus diubah.

Untuk poin kedua ini, pemerintah pun membuat SKK Migas sebagai penggantinya. Namun, sebagian kalangan ekonom menilai, dengan begitu BP Migas hanya sekadar berganti label.

Karenanya, dalam pandangan Baswir, kecenderungan yang korup dari para perancang legislasi harus sungguh-sungguh diawasi institusi-institusi penegak hukum."Jadi, parlemen dan pemerintah sering 'masuk angin' lah kalau sudah bicara legislasi. Lalu kita mau menegakkan hukum apa kalau undang-undangnya sudah korup?" tutur dia.

Lantaran itu, Baswir menegaskan, yang diperlukan sekarang bukanlah wacana kepastian hukum atau penegakan hukum. Yang mestinya digiatkan justru harmonisasi hukum dan semua produk perundangan sesuai dengan UUD 1945 sebagai acuannya. "Termasuk pemberantasan korupsi mengacu ke sana," tegas dia.

Dalam pandangan Baswir, memberantas korupsi jangan hanya fokus ke menyelamatkan uang negara. KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung juga mesti mengawasi proses pembuatan produk legislasi, yang korup karena bertentangan dengan konstitusi. Makanya, lanjut Baswir, jangan ketika sudah diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), korupnya sebuah legislasi baru ketahuan oleh publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement