Kamis 12 Mar 2015 17:27 WIB

Bos AirAsia Minta Pemerintah Serius Tangani Pelemahan Rupiah

Rep: C85/ Red: Satya Festiani
Rupiah Semakin Melemah: Teller menghitung uang rupiah di Banking Hall Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (11/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Rupiah Semakin Melemah: Teller menghitung uang rupiah di Banking Hall Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan Rupiah berimbas kepada banyak sektor industri, termasuk penerbangan. Direktur Utama AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko menjelaskan, pelemahan rupiah bagaimanapun akan berdampak pada industri penerbangan karena komponen transaksi operasional perusahaan sebagian besar dengan mata uang dolar AS.

"Berkali-kali kita bilang airline ini komponen US dolar nya cukup besar, berkisar antara 60-70 persen. Dengan pelemahan itu tentu akan sangat memberatkan karena sebagian revenue dalm bentuk rupiah," jelas Sunu, Kamis (12/3).

Sunu melanjutkan, meski rupiah masih terpuruk seperti saat ini, AirAsia masih lebih beruntung karena masih banyak pemasukan maskapai ini dalam bentuk dolar AS. Namun secara umum, katanya, pelemahan tetap memberatkan industri penerbangan.

"Saya rasa pemerintah harus melihat serius pelemahan ini, karena tidak bisa dilepaskan kepada mekanisme market. Orang semua bilang, angka psikologi ada di 13.000, kalo di atas 13 ribu bisa terbang," ujar Sunu.

Sunu juga mengingatkan pemerintah untuk tidak mengikuti masukan dari IATA (asosiasi transportasi udara internasional) untuk melakukan transaksi dalam Dolar AS Praktik tersebut, menurutnya, justru akan membuat Dolar AS semakin kuat. Sebelumnya, IATA memang menyarankan maskapai untuk melakukan semua transaksi dalam Dolar AS karena transaksi bahan bakar dilakukan dengan dolar AS.

"Itu kan IATA. Pemerintah kan sudah menentukan transaksi di dalam negeri menggunakan rupiah. Menurut saya itu saja yang diikutin. Kalau semua menurut IATA negara kita berubah, kita harus pertahankan rupiah," kata Sunu.

Sunu melanjutkan, dia meminta pemerintah untuk mengendalikan pelemahan rupiah dari sisi fiskal. Pemerintah, menurutnya, harus komitmen untuk menginstruksikan semua transaksi dalam bentuk rupiah.

"Misal pembayaran ke Pertamina untuk penerbangan internasional sampai sekarang harus menggunakan dolar, meskipun saya minta kepada Pertamina untuk direview," ujar Sunu.

Hal ini, lanjutnya, harus menjadi prioritas pemerintah apabila benar pemrintah ingin menyelamatkan rupiah. Menurutnya, masalah dolar ini bukan berarti harga harus naik. Namun ada hal yang bisa dilakukam pemerintah untuk mengerem dampak dolar dalam transaksi dalam negeri. "Penggunaan rupiah di dalam negeri harus dienforce betul-betul," lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement