REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The Finance Research mencatat mata uang bath, peso, rupee per Kamis (5/3) masih menguat. Hal itu menunjukkan tidak semua mata uang mengalami kemerosotan seperti mata uang Won,Yuan, Ringgit dan Rupiah.
Direktur Eksekutif Eko B Supriyanto mengatakan, jika dibandingkan dengan mata uang Asia, nilai tukar rupiah paling dalam longsor. Per Kamis (5/3), rupiah sudah terkikis sampai 4,71 persen jika dibandingkan posisi 26 Desember 2014. Nilai tukar rupiah per 1 dolar AS sudah menembus angka Rp 13.000, padahal pada akhir tahun 2014 masih di level Rp 12.409. Sedangkan mata uang Asia yang mendekat rupiah adalah ringgit Malaysia.
"Pengaruh global sangat rentan terhadap nilai tukar rupiah. Namun, demikian, keuangan pemerintah APBN sudah tak banyak pengaruhnya terhadap penurunan rupiah ini, karena subsidi BBM sudah dikurangi," kata Eko di Jakarta, Kamis.
Dia menyayangkan, penurunan rupiah ini tidak dinikmati eksportir, karena ekspor stagnan. Selama transaksi berjalan masih difisit, maka masih belum sehat dan rupiah akan terus longsor.
The Finance berpendapat, selain faktor kondisi politik dan fundamental di dalam negeri, penurunan rupiah lebih banyak dipengaruhi pasar global. Oleh sebab itu, dia menilai sudah waktunya pemerintah mendorong ekspor dengan memperbaiki infrastruktur untuk kelancaran ekspor. Diperkirakan, nilai tukar rupiah belum akan menguat dan masih di kisaran Rp 13.000 sepanjang Maret 2015.
"Sayangnya, belanja negara per awal Maret ini baru 1 persen dari APBN. Rupiah dalam keseimbangan baru di atas Rp 13.000 dalam bulan ini," imbuhnya.