Selasa 03 Mar 2015 14:34 WIB

Banyak BPR tak Sehat

BPRS, ilustrasi
Foto: Yurry Erfansyah/Republika
BPRS, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Direktur Bank Liquidation Group Lembaga Penjamin Simpanan(LPS) Ferdinand D Purba mengatakan Sumatera Barat (Sumbar) masuk tiga besar nasional jumlah Bank Perkreditan Rakyat(BPR) yang dilikuidasi.

"Sumbar masuk tiga besar nasional. BPR yang paling banyak dilikuidasi itu di Jawa Barat dengan jumlah 19 unit, selanjutnya Jabodetabek 15 unit, baru kemudian Sumbar 11 unit," kata dia di Padang, Selasa (3/3).

Dia mengatakan, likuidasi terjadi karena bank tidak sehat, karena itu dia berharap ke depan dengan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BPR di Sumbar akan semakin baik sehingga tidak ada lagi yang dicabut izin usahanya. Menurut dia, likuidasi terakhir di Sumbar dilakukan terhadap BPR LPN Kampung Baru Muara Paiti, Kabupaten 50 Kota pada Senin (2/3).BPR yang tidak sehat terpaksa dicabut izin usahanya dan dilikuidasi oleh LPS.

LPS akan melakukan verifikasi terhadap simpanan nasabah BPR tersebut, setelah proses itu, simpanan yang dinilai layak untuk dibayar, akan dibayarkan. Data LPS, per November 2014, jumlah rekening yang tercatat di BPR LPN Kampung Baru mencapai 1.280 dengan jumlah dana Rp6,659 miliar. Proses verifikasi dan penggantian uang nasabah akan diselesai dalam waktu 90 hari kerja,.

Sebelumnya, OJK Perwakilan Sumbar mencabut izin usaha BPR LPN Kampung Baru Muara Paiti, Kabupaten 50 Kota karena dinilai tidak sehat. Kepala OJK Sumbar Muhammad Ilham mengatakan, sebelum dilakukan pencabutan izin terhadap BPR tersebut, OJK telah memasukkan BPR itu dalam pengawasan khusus sejak 25 Juli 2014.

"Sesuai aturan, BPR tersebut diberikan kesempatan selama 180 hari, atau hingga tanggal 20 Januari 2015, untuk melakukan upaya penyehatan. Akan tetapi hingga tenggat waktu yang ditentukan, manajemen BPR tidak mampu memenuhi syarat minimal sebagai bank yang sehat, karena itu OJK memutuskan untuk mencabut izin usaha bank tersebut," kata dia.

Menurut dia, kondisi buruk yang terjadi di BPR LPN Kampung Baru karena pada tahun 2010 BPR itu gencar memberikan kredit kepada petani gambir di Kabupaten Limapuluh Kota. Namun karena harga gambir anjlok, maka kredit yang diberikan menjadi macet. Kondisi itu diperparah lagi dengan hilangnya kepercayaan dari nasabah yang melakukan penarikan massal(rush). Dia mengatakan dengan pencabutan izin itu, BPR yang berada di bawah pengawasan OJK Sumbar pada 2015 tinggal 101 BPR. 

 

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement