REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi padi guna memasok kebutuan beras nasional. Caranya dengan mengikis penyusutan beras dalam proses pascapanen. Upaya tersebut juga terkait harga beras yang mahal di pasaran karena persediaan terbatas.
"Untuk itu, kita alokasikan dana Rp 500 Miliar," kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementan, Yusni Emilia kepada wartawan pada Selasa (24/2). Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang dikelola Kementan.
Anggaran tersebut, lanjut dia, akan dimanfaat untuk memperbaiki mesin-mesin penggilingan padi di tingkat petani yang sebagian besar adalah mesin giling skala kecil. Selain itu juga akan dialokaikan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan untuk mesin-mesin pengeringan padi serta mesin-mesin pertanian lainnya.
Nantinya, jumlah rendemen diharapkan bisa meningkat signifikan dari semula 57 persen menjadi 67 persen. Artinya, dari 100 ton gabah bisa dihasilkan 67 ton beras dari semula hanya 57 ton beras. Bila penyusutan bisa ditekan maka produksi beras Indonesia yang saat ini sekitar 40 juta ton bisa meningkat sampai 45 juta ton. Dengan jumlah ini, bukan hanya volume beras yang meningkat, tetapi juga harga jual beras bisa lebih bersaing.
Dijelaskannya, saat ini teknologi yang digunakan selama proses pengolahan padi menjadi beras telah mengalami penyusutan sebesar 13 persen. Maka, pengadaan teknologi baru akan menekan penyusutan sampai di bawah 10 persen, yakni dengan merevitalisasi mesin-mesin pengeringan dan penggilingan padi, besar penyusutan akan berkurang.
Penyusutan, kata dia, bisa disebabkan proses pengeringan yang tidak sempurna, ataupun kualitas mesin penggilangan yang sudah tidak prima. Akibatnya bulir beras rentan mengalami kerusakan pada saat proses penggilingan.