REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Perdierjen Nomor PER-01/PJ 2015 pada 26 Januari 2015 tentang tata cara pemotongan pajak bunga deposito dan tabungan. Aturan itu mengubah tata cara pelaporan bukti potong pajak yang selama ini dilakukan perbankan hanya secara gelondongan, tidak secara rinci setiap nasabah.
Direktur Pencegahan dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dadang Suwarna menjelaskan, latar belakang penerbitan peraturan ini adalah adanya laporan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bahwa terdapat 60 ribu pemegang deposito di atas Rp5 miliar dengan nilai pajak Rp1600 triliun. "Itulah makanya kami minta bukti potong pajang dari bank. Tapi orang sudah keburu ribut. Takut deposan pada kabur. Mana ada pada kabur," jelas Dadang kepada Republika, Kamis (19/2).
Dadang menilai, aturan ini bukan untuk membuat atmosfer perbankan yang tidak nyaman. Dia mengungkapkan, kalau pengusaha justru seharusnya memutar uangnya untuk bisnis. "Justru yang takut yang punya duit nganggur. Kalau pengusaha biasanya duitnya diputerin. Jadi ini muncul kekhawatiran. Orang ini sudah dilaporkan belum di SPT (surat pemberitahuan).
Kita tidak nguber nguber," ujarnya.
Dadang menambahkan, aturan ini juga semata untuk memastikan ketaatan wajib pajak. Data yang diterima oleh Dirjen Pajak juga tidak akan disumbat ke publik. Hal ini, beda dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang akan mempublikasikan hasil temuannya.
"Kalau sudah dilaporkan di SPT sudah. Karena pajak itu tidak dilaporkan di publik. Beda dengan PPATK. Si anu punya uang sekian. Asal punya uang di bank dan bayar pajak ya sudah. Tidak diuber uber. Semuanya keburu ribut dulu," lanjut Dadang.
Selama ini, dalam memeriksa wajib pajak Dirjen Pajak selalu melewati tahapan dari Menteri, kemudian Menteri Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan, lalu kembali lagi ke Menteri Keuangan.
Dengan diterapkannya aturan ini, diharapkan tingkat kesadaran wajib pajak akan meningkat. Aturan aturan Dirjen Pajak yang semakin tegas terbukti menaikkan pemasukan negara dari pajak. Dadang menyatakan, pada Januari 2014 lalu, pemasukan pajak sebesar Rp492 miliar, sedangkan pada Januari tahun ini melonjak menjadi Rp1,9 triliun, meningkat nyaris 4 kali lipat.
Dadang sendiri meminta pihak perbankan untuk menyadari betul bahwa kebijakan ini bukan untuk mengusir para deposan seperti yang ditakutkan. Namun justru untuk menyelamatkan potensi pendapatan negara dari pajak. Toh data kekayaan deposan tidak akan diumbar ke publik.