REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Irvan K Hakim mengatakan, dalam pertemuan dengan Menteri BUMN pihaknya telah meminta perlindungan terkait dengan tekanan eksternal yakni jatuhnya harga baja dunia, serta serbuan produk baja impor.
Irvan mengatakan, sepanjang 2011-2014 harga baja dunia terus mengalami penurunan disebabkan kelebihan pasokan baja dari Tiongkok yang mencapai 51 juta ton pada 2014.
"Kondisi ini membuat harga baja dunia turun dari 705 dolar AS per ton menjadi 536 dolar AS per ton pada 2014," ujar Irvan, saat menerima kunjungan Menteri BUMN Rini Soemarno ke industri baja milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Selasa (17/2).
Bahkan Irvan mengatakan, harga baja dunia pada kuartal I 2015 masih terus mengalami penurunan rata-rata 442 dolar AS per dolar AS.
Irvan juga menjelaskan, bersamaan dengan turunnya harga baja dunia, produk baja impor juga membanjiri pasar di dalam negeri, sebanyak 3,4 juta ton baja impor masuk pada 2009, kemudian meningkat menjadi 8,2 juta ton pada 2013 atau melonjak 2 kali lipat lebih.
"Padahal kebutuhan baja domestik pada tahun 2013 hanya 12,7 juta ton. Baja impor sendiri menyerap hampir 64,5 persen dari kebutuhan baja domestik," kata Irvan.
Irvan mengatakan, serbuan baja impor tersebut disebabkan pengenaan bea masuk baja impor yang relatif rendah dibanding negara lain, pemerintah hanya mengenakan lima persen saja.
Dia menunjuk Malaysia yang mengenakan bea masuk 20 persen ditambah 24,8 persen antidumping, India dalam waktu dekat akan menaikan tarif bea masuk dari 7,5 menjadi 15 persen, Thailand mengenakan bea masuk 5 persen ditambah bea masuk anti dumping ditujukan bagi 24 negara sampai dengan 33 persen.
Di sisi lain, kata Irvan, FTA ASEAN-Tiongkok, FTA ASEAN-Korea, IJEPA mengenakan tarif minimal 0 persen. Pemerintah Tiongkok juga memberikan insentif bagi industri baja nasionalnya dengan memberikan potongan pajak (tax rebate) sebesar 9 dan 13 persen sehingga membuat produk baja asal Tiongkok membanjiri pasar dunia termasuk Indonesia.
Irvan mengatakan, turunnya harga baja dunia berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, meskipun volume penjualan mengalami kenaikan tetapi nilai penjualan tetap mengalami penurunan.
Meskipun biaya produksi baja canai panas ((HRC) turun 68 dolar AS per ton sepanjang 2012 - 2014 ternyata masih lebih kecil dibanding turunnya harga jual sebesar 124 dolar AS per ton, papar Irvan.
Irvan menjelaskan, perusahaan telah mengambil langkah-langkah efisiensi menghadapi kondisi eksternal yang tidak menguntungkan tersebut, diantaranya dengan menekan beban tenaga kerja, optimalisasi pola operasi pabrik, dan meningkatkan sinergi dengan Krakatau Posco.
Ke depan, kata Irvan, Krakatau Steel akan menyelesaikan sejumlah pembangunan proyek dalam rangka efisiensi biaya energi seperti proyek blast furnance komplek, pengoperasian proyek 120 MW combined power plant, konversi gas fired menjadi coal fired steam generator 2x80 MW, dan subtitusi penggunaan gas alam dengan gas buang dari fasilitas blast furnance.
Irvan mengatakan, kehadiran combined power plant (CCPP) akan menurunkan biaya listrik di bawah harga PLN saat ini, menjadi sekitar 6,5 sen dolar AS per kWh, serta pemanfaatan gas buang akan menurunkan konsumsi gas menjadi 8 mmscfd atau setara penghematan 8 juta dolar AS per tahun.