REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendorong perluasan akses dan layanan sektor keuangan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui pemanfaatan transaksi non tunai. Langkah itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (16/2).
Gubernur BI Agus Martowardjojo mengatakan penandatanganan MoU bertujuan meningkatkan penggunaan layanan non tunai dengan aman, efisien, transparan untuk melindungi dan meningkatkan akses keuangan bagi TKI dan keluarganya. Pemanfaatan transaksi non tunai antara lain pembayaran premi dan klaim asuransi, serta produk layanan keuangan lain untuk peningkatan kesejahteraan TKI.
"Penggunaan instrumen non tunai dapat mengurangi shadow economy dan mendukung perekonomian melalui peningkatan velocity of money," kata Agus dalam sambutannya di acara tersebut.
Menurutnya, transaksi non tunai memiliki beberapa keuntungan yakni lebih aman, aspek kenyamanan, kecepatan, lebih transparan dan akuntabel.
Dia berharap kepada pemerintah khususnya Kemenaker dan BNP2TKI untuk terus mengupayakan perbaikan kondisi TKI. Pemerintah diminta mengalokasikan anggaran yang cukup agar TKI yang berangkat tidak punya kewajiban utang sehingga harus mencicil utangnya saat bekerja di luar negeri. Menurutnya, hal itu tidak lazim. Saat berangkat ke luar negeri rata-rata TKI memiliki utang sekitar Rp 54 juta, untuk biaya macam-macam. Pemerintah diminta menganggarkan dalam APBN agar TKI tidak perlu berutang.