REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis meminta pemerintah daerah untuk memperbaiki kualitas dan tata kelola yang masih rendah dalam penyusunan laporan keuangan, sebagai upaya mendorong peningkatan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Kalau pemerintah daerah bisa mencapai 90 persen WTP, kita bisa buktikan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah lebih hebat dalam pengelolaan negara. Itu bisa dilakukan dengan tindakan proaktif," kata Harry di Gorontalo, Senin (16/2).
Harry mengungkapkan hal tersebut dalam rapat koordinasi optimalisasi penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK yang diikuti para pejabat pemerintah daerah provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
Untuk itu, ia menambahkan perbaikan laporan keuangan maupun adanya tindak lanjut atas hasil rekomendasi BPK, harus mulai diupayakan pemerintah daerah melalui peran serta dari gubernur, wali kota maupun bupati, agar transparansi dan akuntabilitas makin meningkat.
Berdasarkan data BPK, kualitas kepatuhan dan opini laporan keuangan WTP dari pemerintah daerah baru mencapai 34 persen, jika dibandingkan dengan transparansi serta akuntabilitas laporan keuangan pemerintah pusat yang telah mencapai kisaran 74 persen.
Harry mencontohkan masih ada kelalaian maupun kesalahan administrasi dalam pelaporan perjalanan dinas atau hal-hal mendetail lainnya, yang membuat BPK memberikan indikasi adanya ketidakpatuhan dalam pelaksanaan anggaran. Namun, ada juga pelanggaran pemanfaatan keuangan negara yang dilakukan secara sengaja, sehingga tidak mungkin BPK memberikan opini WTP atas laporan keuangan pemerintah pusat maupun daerah tersebut.
"Kalau uang perjalanan dinas diambil, dia tidak melakukan perjalanan dinas, itu yang kita sebut perjalanan fiktif dan bukan kelalaian administrasi. Bagi saya itu merupakan tindak kriminal, karena dia ambil uang negara," jelasnya.
Harry mengatakan sikap BPK atas dugaan tindakan penyelewengan keuangan negara tersebut adalah melaporkan kepada pihak berwajib agar dilakukan proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Tidak boleh aparat negara melakukan tindak pidana dalam rangka keuangan negara. Bahwa kemudian aparatur penegak hukum menetapkan seseorang menjadi tersangka, itu sudah bukan kewenangan dari BPK," ujarnya.