Kamis 12 Feb 2015 14:45 WIB

Jateng Tingkatkan Jumlah Wajib Pajak Pribadi

Kampanye Generasi Muda Pedupi Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Kampanye Generasi Muda Pedupi Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jateng I fokus pada peningkatan jumlah wajib pajak (WP) pribadi karena hingga saat ini masih banyak WP yang belum taat pajak.

"Salah satu upaya yang kami lakukan untuk meningkatkan jumlah WP pribadi ini yaitu melakukan komunikasi yang baik dengan obyek," kata Kepala Kanwil DJP Jateng I Edi Slamet Irianto di Semarang, Kamis (12/2). Menurutnya, komunikasi intensif tidak hanya dilakukan kepada obyek dalam hal ini individu yang diwajibkan membayar pajak tetapi juga kepada Pemerintah daerah, pengusaha, dan asosiasi.

"Potensi untuk meningkatkan jumlah WP pribadi masih sangat besar. Meski demikian, kami berharap ada peran serta dari masyarakat salah satunya terkait kepatuhan mereka untuk membayar pajak," katanya.

Pihaknya optimis, dengan meningkatkan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak maka target pencapaian penerimaan pajak tahun ini akan meningkat dibandingkan tahun lalu. DJP Jateng I sendiri menargetkan ada peningkatan sebesar 48 persen untuk penerimaan pajak pada tahun 2015 atau menjadi Rp25,121 triliun.

"Kami optimis target akan tercapai mengingat beberapa tahun terakhir ini selalu terjadi pertumbuhan yang signifikan. Pada tahun 2013 ada pertumbuhan 23 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan tahun 2014 ada pertumbuhan 34 persen," katanya.

Sementara itu, mengenai komunikasi kepada para WP, pihaknya mengatakan bahwa penegakan hukum menjadi bagian dari cara DJP dalam berkomunikasi dengan masyarakat. "Penegakan hukum merupakan bagian dari proses pelayanan perpajakan, tujuannya adalah agar pajak bisa berjalan sebagaimana mestinya," katanya.

Menurutnya, komunikasi yang digunakan bisa melalui persuasif yaitu pemeriksaan maupun represif yaitu penyidikan. Dalam pemeriksaan maka akan dihasilkan surat ketetapan pajak. Surat penetapan tersebut berisi bahwa WP harus melakukan pemabayaran pajak paling lambat satu bulan setelah surat penetapan dikeluarkan. Jika pada kurun waktu tersebut WP belum juga membayar maka DJP berhak melakukan penagihan dengan menggunakan surat paksa. Selanjutnya, jika pada penagihan melalui surat paksa tersebut tidak juga berhasil maka aset WP akan disita dan dilelang.

"Kalau mereka tidak punya aset maka kami berhak memblokir rekening si WP, dan terakhir baru melakukan gijzeling atau penyanderaan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement