Rabu 11 Feb 2015 23:54 WIB

Permohonan Izin Kehutanan Cacat Prosedur, Siap-Siap Dibatalkan

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Seorang warga berjalan di atas jembatan yang menjadi kawasan pelestarian hutan mangrove di Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Kamis (31/1)
Foto: Antara Foto
Seorang warga berjalan di atas jembatan yang menjadi kawasan pelestarian hutan mangrove di Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Kamis (31/1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Mempersiapkan pelaksanaan layanan perizinan satu pintu bagi para investor dalam mengelola potensi alam Indonesia, pemerintah berkomitmen menjaga kehati-hatian agar negara tidak dirugikan. Sebab, kemudahan prosedur seharusnya didapatkan bagi mereka yang sudah memenuhi persyaratan keamanan lingkungan serta aturan lainnya. 

Makanya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terus berkoordinasi agar teknis pelaksanaannya apik dan terawasi.  Prosedur baru satu pintu yang tengah mereka persiapkan juga termasuk dalam mengurus perizinan-perizinan para investor yang pending, di mana hingga saat ini jumlahnya sudah mencapai 231 perizinan tertunda.

“Dari 231 itu, 81 permohonan perizinan tercatat belum lengkap prosedurnya,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

Tengah dirumuskan, kata dia, apakah 81 pemohon yang tidak lengkap prosedur tersebut akan bisa diteruskan proses perizinannya, ataukah di cut, atau harus mengulangi prosedur perizinan dari awal. Sebab pemerintah bertanggung jawab memberikan ketegasan dan kepastian keputusan terhadap pemohon investasi.

Diungkapkannya, dalam banyak kasus terjadi ketika perizinan masih proses, eksekusi di lapangan terhadap suatu proyek investasi telah dijalankan di daerah. “Banyak yang sudah terjadi begitu, berarti harus ada investigasinya,” tuturnya

Menyoal waktu perizinan, BKPM mengajukan agar dipersingkat menjadi 45 hari dari waktu seharusnya yakni 110 hari. Namun KLHK masih mendalaminya sebab ada sejumlah urusan teknis yang membutuhkan waktu.

“Kita lihat uraian prosedurnya mana yang bisa dikurangi,”kata  Kepala BKPM Franky Sibarani. Sebab, masalah peninjauan dan penelaahan terhadap dampak lingkungan seharusnya tak bisa ditawar-tawar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement