REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subsidi listrik dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (RAPBN-P) 2015 disepakati sebesar Rp66,15 triliun. Angka ini turun sekitar Rp1,51 triliun dari anggaran yang sebelumnya diajukan pekan lalu.
"Kita sepakat menyetujui subsidi listrik sebesar Rp66,15 triliun, ada 'saving' Rp1,5 triliun - Rp1,6 triliun," kata Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika dalam rapat di Jakarta, Rabu malam (4/2).
Ada pun rincian parameter dalam subsidi listrik yakni susut jaringan (losses) sebesar 8,45 persen, margin usaha (insentif investasi) sebesar 7 persen, margin terhadap penjualan listrik pada pelanggan yang disubsidi sebesar Rp7,18 triliun serta tambahan subsidi akibat penundaan penyesuaian tarif R-1/1.300 VA dan R-1/2.200 VA sebesar Rp1,3 triliun.
Pekan lalu, Kementerian ESDM mengajukan anggaran subsidi listrik sebesar Rp67,66 triliun yang didapat berdasarkan asumsi harga minyak dunia (ICP) berada pada level 70 dolar AS per barel dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Rp12.200.
Namun, dalam rapat bersama Komisi VII Rabu (4/2) malam, asumsi penetapan harga itu dikoreksi sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
"Karena ICP menjadi 60 dolar AS per barel dan kurs Rp12.500, maka besaran subsidi listrik berjalan menjadi Rp64,85 triliun," kata Menteri ESDM Sudirman Said.
Sudirman mengatakan dengan adanya penundaan penyesuaian tarif otomatis untuk golongan rumah tangga R-1/1.300 VA dan R-1/2.200 VA, maka ada tambahan subsidi sebesar Rp1,3 triliun sehingga total subsidi dalam RAPBN-P 2015 menjadi Rp66,15 triliun.
Lebih lanjut, pertumbuhan listrik pada 2015 dipatok 9 persen atau 216 tera watt hour (TWh), sementara porsi bauran energi direncanakan 8,85 persen.