Ahad 11 Jan 2015 21:15 WIB

Kemendag: Distribusi Gula Rafinasi untuk IKM Harus Melalui Distributor

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Maman Sudiaman
Gula Rafinasi (ilustrasi)
Foto: Corbis
Gula Rafinasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustin mengatakan, Kementerian Perdagangan telah mencabut Surat Mendag Nomor 111 Tahun 2009 yang mengatur tentang distribusi gula rafinasi. Terkait pengetatan impor dan distribusi, Kementerian Perdagangan telah mengirimkan surat Nomor 1300/M-DAG/SD/12/2014 kepada 11 produsen gula rafinasi.

Isi surat tersebut berisi tentang kebijakan impor yaitu basis persetujuan impor raw sugar yang didasarkan pada supply chain dan mekanisme kontrak antara industri gula rafinasi dengan industri makanan dan minuman, sesuai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Persetujuan impor tersebut diberikan per triwulan dan akan dilakukan evaluasi untuk pemberian izin triwulan berikutnya.

“Nantinya 11 produsen tersebut hanya menjual kepada industri makanan dan minuman yang sudah punya kontrak,” ujar Srie.

Pemberlakuan kontrak tersebut ditujukan bagi industri makanan dan minuman skala besar. Sedangkan, untuk distribusi ke IKM harus melalui distributor yang sudah melakukan registrasi dan  terdaftar di Kementerian Perdagangan. Nantinya, distributor tersebut wajib melampirkan alamat, jumlah, dan nama IKM yang akan mendapatkan jatah gula rafinasi. Dengan cara ini, Srie optimistis gula rafinasi tidak akan lagi merembes ke pasar umum sehingga petani tebu lokal tidak dirugikan.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah melakukan verifikasi distribusi gula rafinasi pada 2014 terhadap 11 produsen, 52 distributor, 88 subdistributor, 108 industri makanan dan minuman, serta 3.112 pengecer yang tersebar di Indonesia. Pada periode Januari sampai Juli 2014 hasil varifikasi menunjukkan bahwa, jumlah gula rafinasi yang disalurkan oleh 11 produsen sebesar 1,7 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.588 juta ton disalurkan kepada industri makanan dan minuman. Sedangkan, sisanya yakni 199,5 ribu ton diduga bocor ke pasar konsumen atau pasar rumah tangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement