REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Petani merupakan salah satu bagian paling vital dalam menentukan keberhasilan swasembada pangan. Mereka disarankan agar dibebaskan dari sejumlah pungutan dalam bercocok tanam.
“Bukan dikasihani melainkan diberi kehormatan atas profesinya, karena dari tenaga merekalah rakyat memeroleh asupan pangan,” kata Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Franciscus Welirang, akhir pekan lalu.
Bentuk penghormatan, kata dia, petani Indonesia harus dibebaskan dari sejumlah pungutan dalam bercocok tanam, yang malah semakin memberatkan kehidupan mereka.
Berdasarkan pantauannya khusus di Pulau Jawa, kebanyakan petani masih terbebani oleh mekanisme sewa lahan sehingga yang banyak diuntungkan, yakni para tuan tanah.
Sementara itu, pungutan liar banyak terjadi ketika mereka mau sawahnya dialiri air alias irigasi. “Sumber irigasi itu dari pintu air yang ada penjaganya, kalau petani mau dialiri air, mereka harus bayar ke penjaga pintu air, nggakkeluar uang nggak dapat air,” katanya.
Pungutan liar juga dibebankan petani untuk menjaga keamanan hasil tanam kalau tidak mau hasil tanam mereka dijarah. Di sebagian wilayah di Jawa, lanjut dia, ada sistem tradisi yang membuat petani memberikan sebagian hasilnya untuk kepala desa.
Petani yang memakai dana pinjaman dari bank untuk menggarap sawah pun biasanya dibebankan bunga 3-4 persen. “Dari pungli yang banyak itu, ujung-ujungnya harga petaninya seolah-olah rendah, padahal pungutannya bukan main,” tuturnya.