Kamis 08 Jan 2015 23:16 WIB

BI: Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Masih Mengkhawatirkan

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas menunjukan mata uang Dolar AS di pooling cash Bank Mandiri, Jakarta, Jumat (22/8).(Prayogi/Republika)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menunjukan mata uang Dolar AS di pooling cash Bank Mandiri, Jakarta, Jumat (22/8).(Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia semakin ketat mengatur utang korporasi. Mulai tahun 2016, semua korpoasi non bank yang mengambil pinjaman utang luar negeri (ULN) wajib memiliki kredit rating minimal BB- yang diberikan oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.

Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Hendy Sulistiowati mengatakan  pengaturan ULN semakin ketat lantaran selama ini banyak perusahaan yang belum mengelola ULN nya dengan baik. Dia mengatakan BI kini mengatur prinsip kehati-hatian dengan mewajibkan korporasi melaporkan laporan keuangan dan informasi pemenuhan peringkat utang.

Menurut dia, credit rating ini cukup diperhatikan oleh kreditur dari luar negeri sehingga di masa yang akan datang diharapkan hanya perusahaan yang bonafide dari sisi pengelolaan risiko saja yang bisa berutang.

Sebelumnya, BI hanya mewajibkan korporasi untuk melaporkan lalu lintas devisa (LLD) saja sebagai persyarakat untuk ULN.“Korporasi harus mulai belajar untuk lebih berhatihati supaya memperbaiki kinerja agar dapat kredit rating BB-,” ujar Hendy, Kamis (8/1).

ULN yang ditandatangani sebelum tahun 2016 belum wajib menggunakan kredit rating. Hendy mengatakan selama ini ULN koprorasi belum memiliki manajemen riisko yang baik.

Berdasarkan data yang dimiliki BI, dari 2600 pelapor ULN, masih sedikit yang melakukan hedging terhadap urang mereka. Sebanyak 200 perusahaan dengan jumlah ULN terbanyak juga belum semuanya melakukan hedging.

Padahal, jumlah ULN dari 200 perusahaan ini mencakup 70 persen dari keseluruhan ULN korporasi. Sebelumnya, BI melakukan survei dari korporasi yang memiliki ULN ternyata belum banyak yang di hedging. BI juga melakukan survei apakan perusahaan cukup baik dalam mengelola ULN.

“Dari survey, utang yang dichedge ini tidak sampai 30 persen. Dari yang dihedging ini juga belum termasuk bunga, atau risiko nilai tukar, ini cukup pengkhawatirkan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement