REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kurs dolar AS menguat terhadap sebagian besar mata uang utama pada Selasa (Rabu pagi WIB), tetapi melemah terhadap yen Jepang untuk hari kedua karena kemerosotan harga minyak dan pasar ekuitas mendorong permintaan aset-aset "safe haven".
"Harga minyak terus menurun pada Selasa karena pasar memperkirakan persediaan minyak mentah AS meningkat. Minyak mentah berjangka jenis Brent turun menjadi 51,1 dolar AS per barel, tingkat terendah dalam hampir enam tahun," lapor Xinhua, Rabu (7/1).
Sementara itu, saham AS jatuh pada sesi pagi Selasa dengan Dow Jones Industrial Average kehilangan 172,78 poin, atau 0,99 persen menjadi 17.328,87 pada tengah hari. Yen Jepang menguat 0,83 persen terhadap greenback selama sesi. Indeks dolar, yang melacak greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,04 persen menjadi 91,411 pada akhir perdagangan.
Di sisi ekonomi, data akhir yang disesuaikan secara musiman Indeks Kegiatan Usaha Jasa AS tercatat 53,3 pada Desember, turun dari 56,2 pada November dan terendah sejak Februari 2014, perusahaan data keuangan Markit melaporkan pada Selasa.
Sementara Institute for Supply Management (ISM) AS melaporkan dalam survei bulanannya, Indeks Non Manufaktur tercatat 56,2 persen pada Desember, 3,1 persentase poin lebih rendah dari angka November sebesar 59,3 persen.
Selain itu, Departemen Perdagangan AS mengatakan pada Selasa bahwa pesanan baru untuk barang-barang manufaktur pada November mengalami penurunan 0,7 persen, sedikit melebihi konsensus pasar untuk penurunan 0,6 persen.
Pada akhir perdagangan New York, euro bergerak turun ke 1,1914 dolar dari 1,1939 dolar di sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,5165 dolar dari 1,5254 dolar. Dolar Australia naik menjadi 0,8109 dolar dari 0,8091 dolar.
Dolar AS dibeli 118,63 yen Jepang, lebih rendah dari 119,52 yen pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik ke 1,0082 franc Swiss dari 1,0064 franc Swiss, dan bergerak naik menjadi 1,1817 dolar Kanada dari 1,1759 dolar Kanada.