REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kenaikan elpiji 12 kg telah membuat masyarakat kelas menengah beralih ke elpiji 3 kg. Pemerintah pun diharapkan menemukan solusi agar bahan bakar bersubsidi tidak salah sasaran.
Ketua Komisi VII DPR RI (bidang energi sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan hidup) Kardaya Warnika mengatakan, pemakaian gas kota atau penyaluran gas melalui pipa ke rumah tangga bisa menjadi solusi di tengah kenaikan elpiji 12 kg. Selain untuk mencegah migrasi ke elpiji 3 kg, gas pipa dinilai akan lebih terjangkau harganya bagi masyarakat.
"Pemerintah harus semakin menggencarkan program gas kota," kata Wardaya, Selasa (6/1)
Seperti diketahui, PT Pertamina (Persero) pada 2 Januari 2015 menaikkan harga elpiji 12 kg menjadi Rp 134.700 per tabung dari sebelumnya Rp 114.900 per tabung. Sedangkan harga elpiji 3 kg sekitar Rp 16 ribu per tabung.
Besarnya disparitas harga tersebut membuat si "tabung melon" menjadi incaran. Sejak beberapa hari terakhir, elpiji 3 kg semakin langka karena banyak diburu. Kelangkaan itu membuat harga elpiji 3 kg melambung hingga Rp 20 ribu per tabung.
"Sudah menjadi hukum alam masyarakat akan mencari yang lebih murah. Pemerintah harus membuat kebijakan pendamping yang tepat. Gas kota bisa menjadi solusi," Wardaya melanjutkan.
Wakil Ketua Komisi VII Satya Widya Yudha mengamini pernyataan Wardaya. Namun, ia menyebut gas kota merupakan solusi jangka panjang. Jangka pendeknya, ujar dia, pemerintah harus menerapkan pola distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg.
Mekanismenya, ujar Satya, salah satu contohnya adalah masyarakat harus membeli elpiji 3 kg dengan membawa surat keterangan tidak mampu. "Sehingga distributor elpiji tidak bisa menjual sembarangan ke masyarakat. Ini bisa mengurangi risiko subsidi tidak tepat sasaran," ujar Satya.