REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Solikin M Juhro mengatakan kondisi fundamental ekonomi yang baik dan stabil bisa menahan gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang terjadi sejak tahun lalu.
"Rupiah bisa menguat, apabila kondisi fundamental ekonomi kuat, antara lain pertumbuhan ekonomi sehat dan defisit transaksi berjalan tidak terlalu bengkak," katanya saat memberikan materi pelatihan wartawan di Surabaya, Ahad (14/12).
Solikin menjelaskan saat ini kurs rupiah sedang mengalami perlemahan, sejalan dengan sentimen global yang menekan hampir seluruh mata uang dunia negara berkembang. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan yang "prudent" sebagai antisipasinya. "Selain memperbaiki kondisi ekonomi, kita harus membuat pasar lebih dalam, adanya 'financial deepening' sebagai bantalan, agar apabila terjadi 'outflow' kita tidak khawatir," ujarnya.
Terkait defisit neraca transaksi berjalan, Solikin mengatakan, dalam jangka waktu dekat belum akan menurun, karena diprediksi impor masih tinggi terutama barang modal yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan investasi.
"Tahun 2015, pemerintah berencana membangun infrastruktur masif, impor masih bertambah. Tapi, tahun berikutnya (defisit transaksi berjalan) bisa lebih rendah, karena impor berkurang, sehingga rupiah bisa menguat lagi," ujarnya.
Defisit neraca transaksi berjalan mendekati akhir 2014 diperkirakan makin membaik, sejalan dengan penurunan harga minyak global serta angka perkiraan pada akhir tahun yaitu berada pada kisaran 2,5 persen hingga 3 persen terhadap PDB.
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat (12/12) sore, bergerak melemah sebesar 95 poin menjadi Rp 12.445 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 12.350 per dolar AS.