REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Aditya Dwi Laksana menyoroti kenaikan tarif angkutan umum setelah diumumkan kenaikan harga BBM 21 November lalu.
Jika ingin mengonversi angkutan umum agar menggunakan bahan bakar gas (BBG), pemerintah harus memastikan harga BBG kompetitif sehingga tidak berimbas seperti pada kenaikan harga BBM.
"Kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi angkutan saja, tapi harus melihat filosofinya. Angkutan umum menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Aditya saat dihubungi Republika, Jumat (28/11).
Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, pemerintah harus ambil bagian dengan menyediakan berbagai insentif kepada para pengusaha angkutan kota. Dengan begitu, mereka dapat membantu pemerintah dalam menyediakan angkutan kota yang lebih layak bagi masyarakat.
Menurut Aditya, pengusaha angkot tidak harus membeli angkutan baru jika ingin mengonversi kendaraannya menggunakan BBG. Pengusaha hanya perlu menyediakan konverter dan tabung gas. Di sinilah pemerintah seharusnya berperan.
Pemerintah diharapkan dapat menyediakan konverter gratis bagi para pengusaha angkutan. Aditya menyebutkan, saat ini sudah ada program konverter gratis, namun kendala masih ditemukan dalam hal ketersediaan BBG.
Insentif juga dapat diberikan dalam hal lain. Misalnya, pemerintah dapat memberikan keringanan bea masuk impor untuk pembelian angkot dan sparepart baru. Keringan juga dapat diberikan dalam hal administrasi, misalnya bea balik nama atau pajak kendaraan bermotor yang lebih murah.