REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Mandiri diusulkan digabungkan atau dimerger menjadi satu bank besar milik pemerintah. Bank tersebut diarahkan menjadi bank terbesar di Asia Tenggara.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, Indonesia harus punya bank besar agar bisa melayani masyarakat lebih maksimal dan bisa berkuasa di negara sendiri bahkan di Asia Tenggara.
Dia mengusulkan BNI dan Mandiri yang telah dimerger nantinya bernama BNI Mandiri. Sebab, BNI punya sejarah lebih panjang di perbankan Indonesia.
"Harus ada bank komersial yang kuat. Saran saya BNI dan Mandiri digabung jadi satu menjadi bank terbesar di Asia Tenggara. Kalau tidak punya bank terbesar di Asia Tenggara kita memberi ruang kepada bank asing (berkuasa)," kata Sigit dalam diskusi bertema Jokowi vs Serbuan Bank-bank Asing di Hotel Sofyan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/11).
Sigit memaparkan Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia hanya menempati urutan ke-10 bank terbesar di Ásia Tenggara. Urutan pertama, kedua dan ketiga dimiliki Singapura yakni DSB, UOB, dan OCBC. Urutan keempat, kelima dan keenam dimiliki Malaysia yakni Maybank, Public Bank, dan CIMB. Sementara urutan ketujuh, kedelapan dan kesembilan dimiliki oleh Thailand.
"Yang harus dilakukan bangsa ini memperbesar bank supaya bisa berkuasa di negeri sendiri. Kalau tidak punya bank besar, pertumbuhan ekonomi pada 2020 akan dinikmati bank asing, karena 10 tahun terakhir bank BUMN enggak nambah modal," jelasnya.
Nantinya, jika pemerintah melakukan merger BNI dan Mandiri, tidak perlu risau. Sebab, Indonesia pernah punya pengalaman memecah dan menggabung-gabungkan bank.
Di samping itu, menurutnya, BNI Mandiri harus ditarget deviden setinggi-tingginya. Dikhawatirkan, bank-bank BUMN seperti BTN anak kerdil pada 2020 jika devidennya ditarik terus dan tidak ditambah suntikan modal.