REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian menyebutkan sepanjang 2013 baru 7 ribu produk industri yang dihitung tingkat komponen dalam negeri (TKDN) oleh dua surveyor BUMN. Jumlah itu meleset dari target Kementerian Perindustrian pada 2013 sebanyak 10 ribu produk yang dihitung TKDN.
Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Kemenperin, Ferry Yahya, mengatakan banyak industriawan yang enggan berpartisipasi dihitung TKDN-nya. "Faktanya tidak mudah mendapatkan industri yang mau dihitung, alasannya sudah punya sertifikat tapi tidak dipakai, padahal kita memberi insentif untuk dipakai," kata Ferry kepada wartawan di gedung Kemenperin, Senin (24/11).
Menurutnya, Pemerintah menyediakan anggaran sekitar Rp 10 miliar untuk penilaian TKDN sebanyak 1.000-1.200 produk pada tahun ini. Dalam undang-undang disebutkan semua instansi Pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, maupun BUMD harus menggunakan TKDN dalam penyediaan barang dan jasa.
Menurutnya, penghitungan TKDN berdasarkan Cost Of Product suatu barang menjadi bukti pembelian apakah barang impor atau dalam negeri. Dalam menghitung TKDN kalau sudah 40 persen menjadi barang wajib, kita kategorisasi barang wajib, barang dimaksimalkan, barang diberdayakan," imbuhnya.
Penghitungan TKDN difokuskan pada produk yang digunakan dalam pengadaan barang Pemerintah seperti alat tulis kantor (ATK), alat pengeboran, barang logam maupun elektronik, termasuk alat pertahanan dan kesehatan.
"Alat kesehatan kan besar sekali belanja lebih dari Rp 20 triliun mungkin baru 10 persen yang dibelanjakan dalam negeri, mestinya separuh paling tidak dibelikan dalam negeri, ada perhatian kepada alat perindustrian agar bisa bangkit," jelasnya.