Ahad 23 Nov 2014 19:03 WIB

Anggaran Cicilan Utang Jangan Melebihi Belanja Modal

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Djibril Muhammad
Hedging Utang BUMN
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Hedging Utang BUMN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang luar negeri (ULN) pemerintah harus dibelanjakan untuk sektor-sektor produktif.

Pengamat ekonomi Institute for Development Economy and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan anggaran untuk membayar bunga dan cicilan utang jangan sampai lebih tinggi porsinya dibandingkan belanja modal.

Dia mengatakan ULN semestinya juga hanya digunakan untuk sektor-sektor produktif sehingga bisa menghasilkan uang yang bisa digunakan untuk membayar bunga dan cicilannya.

Menurut dia, ULN sama dengan subsidi yang jika besarannya terlalu besar untuk membayar beban dan bunganya juga akan memebratkan anggaran.

"Kalau memang proporsi kebutuhan beban utang dan bunga nya sudah melebihi alokasi untuk belanja modal, itu berbahaya," ujar Enny, saat dihubungi, Ahad (23/11).

Pada akhir September, posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir September 2014 tercatat sebesar 292,3 miliar Dollar atau sekitar Rp 3200 triliun. Posisi ULN ini naik 2,1 persen atau sebesar 6,1 miliar Dolar dibandingkan posisi akhir triwulan II-2014 sebesar 286,2 miliar Dolar.

Posisi ULN Indonesia pada akhir September 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar 132,9 miliar Dolar (45,5 persen dari total ULN) dan ULN sektor swasta 159,3 miliar Dolar (54,5 persen dari total ULN).

Posisi ULN kedua sektor tersebut masing-masing meningkat 1,0 persen dan 3,1 persen dibandingkan dengan posisi akhir triwulan kedua sebesar 131,7 miliar Dollar dan 154,5 miliar Dolar.

Rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat dari 34,00 persen pada triwulan kedua menjadi 34,68 persen pada September 2014.

Sementara itu, debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga ULN relatif terhadap total penerimaan transaksi berjalan meningkat dari 44,29 persen pada triwulan sebelumnya menjadi 46,16 persen pada September 2014.

Menurut Enny, rasio utang terhadap PDB bukanlah satu-satunya parameter yang menentukan masih sehat atau tidaknya ULN. Dia mengatakan keseimbangan fiskal dalam membayar utang itu yang lebih krusial.

"Kalau utang untuk stimulus perekonomian tidak masalah walaupun dijaga jangan sampai melampaui 60 persen," katanya.

Peningkatan posisi ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kepemilikan nonresiden atas surat utang yang diterbitkan oleh sektor publik (4,3 miliar Dolar), pinjaman luar negeri sektor swasta (2,3 miliar Dolar), dan simpanan nonresiden di bank domestik (1,7 miliar Dolar) yang melampaui turunnya pinjaman luar negeri sektor publik (2,2 miliar Dolar).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement