Selasa 11 Nov 2014 14:11 WIB

Jabatan Dirjen Pajak Dilelang, Ini Pesan Pengamat

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
  Sejumlah siswa membubuhkan tanda tangan Generasi Muda Peduli Pajak pada acara High School Tax Festival di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (11/9). (Republika/ Yasin Habibi)
Sejumlah siswa membubuhkan tanda tangan Generasi Muda Peduli Pajak pada acara High School Tax Festival di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (11/9). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Keuangan memutuskan melelang jabatan Direktur Jenderal Pajak. Lelang jabatan ini dilakukan untuk mencari pengganti Dirjen Pajak Fuad Rahmany yang memasuki masa pensiun pada 1 Desember.

Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, upaya lelang jabatan ini perlu diapresiasi. Ini menjadi gambaran bahwa pemerintah saat ini ingin melakukan transparansi dalam hal birokrasi.

Akan tetapi, pemerintah juga harus bisa menetapkan kriteria dan syarat yang tinggi mengingat Dirjen Pajak adalah posisi vital di struktur pemerintahan. Dia pun menyarankan agar pemerintah juga melakukan seleksi di kalangan internal mengenai siapa yang patut direkomendasikan.

"Lelang jabatan ini tujuannya baik. Tapi kalau syarat dan mekanismenya tidak bagus, justru malah nanti mendapatkan Dirjen Pajak yang tidak sesuai harapan," kata Yustinus kepada Republika, Selasa (11/11).

Setidaknya, ujar dia, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dari calon Dirjen Pajak. Pertama sudah tentu harus memahami dunia perpajakan. Kedua kompetensi teknis. Dan terakhir yang tak kalah penting adalah sosok yang berani mengambil tanggung jawab dan berani berkoordinasi dengan institusi pemerintahan yang lain.

Keberanian untuk berkoordinasi dengan institusi pemerintah menjadi faktor penting karena selama ini Dirjen pajak golongannya adalah eselon 1. "Sementara Dirjen Pajak kan juga harus berkoordinasi dengan menteri atau kepala pemerintahan yang lain. Terkadang perbedaan status golongan itu yang membuat tidak efektifnya Ditjen Pajak dalam mengumpulkan data," ucapnya.

Yustinus mengatakan Dirjen Pajak tidak bisa bekerja sendirian untuk menggenjot penerimaan pajak pada tahun depan. Presiden juga memiliki andil besar untuk mencapai target penerimaan pajak. Salah satunya dengan mendesak kementerian/lembaga untuk memberikan data kepada Ditjen Pajak.

"Di era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) beliau tidak melakukan hal yang seharusnya dilakukan presiden. Kementerian/lembaga yang tidak memberi data kepada Ditjen Pajak, tidak dipaksa untuk memberikannya," dia mengungkapkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement