Senin 27 Oct 2014 21:55 WIB

Agar Dilirik Kelas Menengah Muslim, Bank Syariah Harus Lebih 'Saleh'

Petugas menghitung uang nasabah di banking hall salah satu kantor cabang Bank Syariah Mandiri, Jakarta, Jumat (4/7).  (Republika/Adhi Wicaksono)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Petugas menghitung uang nasabah di banking hall salah satu kantor cabang Bank Syariah Mandiri, Jakarta, Jumat (4/7). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Dewan Kehormatan Asbisindo, Ahmad Riawan Amin mengutip pernyataan Psikolog terkenal Abraham Maslow bahwa setiap manusia berada pada tangga hirarki kebutuhan yang berbeda-beda. Dimulai dari survival sampai yang tertinggi yaitu self actualisation.

Pada ahir hayatnya, kata dia, Maslow bicara tentang tingkatan yang lebih tinggi yaitu self transcendence terkait dengan realisasi spiritualitas dan religiusitas dalam diri seseorang. “Karenanya, sangat wajar hasil survei tentang kelas menengah Muslim bahwa semakin kaya seorang Muslim akan semakin religius Muslim tersebut,” ujarnya kepada ROL, di Jakarta, Senin (27/10).

Untuk merebut potensi itu, bank syariah disebutnya mendapat tantangan meyakinkan kelas menengah Muslim ini bahwa kesalehan sosial atau muamalat tidak kalah penting atau bahkan lebih penting daripada kesalehan ritual.

“Sekaligus menampilkan citra bankir syariah yang memang juga saleh dan pantas mewakili keuangan Ilahiyah. Serta proses perbankan yang menyejukkan,” katanya.

Tanpa pendekatan yang menyeluruh (kaffah), kata Riawan, sulit untuk meyakinkan kelas menengah Muslim ini mengenai pentingnya aspek muamalat dalam agama. Lebih sulit lagi meyakinkan bahwa bank syariah dan Bankirnya benar-benar syariah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement