REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan Indonesia segera menandatangani perjanjian bilateral dengan Malaysia terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Perjanjian bilateral tersebut harus dilakukan agar Indonesia mendapatkan perlakuan yang setara atau resiprokal di Malaysia.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan sedang melakukan pembicaraan dengan Malaysia dan Singapura karena sulitnya membuka kantor cabang bank di kedua negara tersebut.
"Dengan Malaysia sudah lebih nyata. Sebelum akhir tahun kita tanda tangan," ujar Muliaman, Ahad (26/10).
Dengan ditandatanganinya perjanjian bilateral tersebut, ia meyakini perbankan Indonesia akan lebih mudah beroperasi di Malaysia.
Perjanjian bilateral dengan negara-negara ASEAN ditujukan agar MEA menjadi saling menguntungkan. Selama ini perbankan dari negara-negara anggota ASEAN dapat dengan mudah beroperasi di Indonesia. Sedangkan Indonesia mengalami kesulitan untuk membuka kantor cabang di beberapa negara anggota ASEAN. Oleh karena itu, Indonesia mengusung adanya prinsip resiprokal dalam MEA.
"Kita ingin MEA itu dilandasi semangat saling menguntungkan. Jangan satu diuntungkan, satu dirugikan," ujar Muliaman.
Alasannya, ada negara ASEAN yang memiliki jumlah penduduk besar, tetapi kemampuannya terbatas, seperti Vietnam, Kamboja, dan Laos. Negara-negara tersebut ingin memanfaatkan integrasi ASEAN untuk pembangunan ekonominya.
Menurutnya, agar integrasi ASEAN saling menguntungkan, setiap negara harus melakukan capacity building. Sumber Daya Manusia (SDM) harus bisa bersaing untuk menghadapi arus manusia bebas.
"Kalau SDM kita tak siap, nanti kita cuma bisa menerima SDM dari Malaysia," ujarnya.
Institusi juga harus melakukan penguatan dalam hal modal dan teknologi agar dapat bersaing. Selain itu, setiap negara juga harus memiliki infrastruktur pendukung seperti regulasi. "Kalau ini bisa kita lakukan, kita bisa memanfaatkan benefitnya dari integrasi ini," ujarnya.