Rabu 08 Oct 2014 21:26 WIB

MUI: Asuransi Haji Berikan Rasa Aman Jamaah

Asuransi syariah, ilustrasi
Asuransi syariah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUl) Slamet Effendy Yusuf mengatakan asuransi haji maupun umroh dapat memberikan perlindungan kepada jamaah. Khususnya dari kejadian yang tak terduga sehingga menimbulkan rasa aman dalam menunaikan ibadah tersebut.

"Ibadah haji adalah perjalanan panjang yang mengandung risiko baik kecelakaan maupun meninggal. Dengan asuransi tersebut membuat manusia bersiap dengan masa depannya," ujar Slamet Effendy Yusuf pekan lalu.

Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut, karena masa depan seringkali tidak pasti maka dengan asuransi kepastian itu diciptakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia,  asuransi Haji yang tidak dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang menggunakan sistem konvensional.

"Asuransi Haji yang dibenarkan adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah" kata dia.

Asuransi Haji bersifat taawuni (tolong menolong) antar sesama jamaah haji. Sedangkan akadnya adalah akad tabarru' (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesama jama'ah haji yang terkena musibah.

"Akad dilakukan antara jamaah haji sebagai pemberi tabarru' dengan asuransi syariah yang bertindak sebagai pengelola dana hibah," tutur dia. Dalam Ketentuan Khusus, DSN-MUI menetapkan pertama, Menteri Agama bertindak sebagai pemegang polis induk dari seluruh jamaah haji dan bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadah haji, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kedua, Jamaah haji berkewajiban membayar premi sebagai dana tabarru’ yang merupakan bagian dari komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Ketiga, Premi asuransi haji yang diterima oleh asuransi syariah harus dipisahkan dari premi-premi asuransi lainnya.

Keempat, Asuransi syariah dapat menginvestasikan dana tabarru’ sesuai dengan Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan hasil investasi ditambahkan ke dalam dana tabarru’. Kelima, Asuransi Syariah berhak memperoleh ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’ yang besarnya ditentukan sesuai dengan prinsip adil dan wajar.

Keenam, Asuransi Syariah berkewajiban membayar klaim kepada jamaah haji sebagai peserta asuransi berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. Ketujuh, Surplus Operasional adalah hak jamaah haji yang pengelolaannya diamanatkan kepada Menteri Agama sebagai pemegang polis induk untuk kemaslahatan umat.

Terkait penyelesaian perselisihan, menurut DSN-MUI, jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak. Maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah yang  berkedudukan di Indonesia setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah (AASI) Adi Pramana mengatakan Indonesia tak hanya memiliki asuransi konvensional. Indonesia telah memiliki produk asuransi syariah yang konsep dasarnya adalah saling tolong-menolong antara para peserta asuransi.

"Yang beruntung (tidak klaim) akan membantu yang kurang beruntung (melakukan klaim) dengan konsep hibah, perusahaan asuransi hanya sebagai pengelola dana yang telah terkumpul dari para peserta," ujar dia.

 

Hal tersebut merupakan sebuah konsep dan nilai luhur. Selain itu  sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia sejak dulu kala. Ia mengungkapkan asuransi syariah didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan prinsip-prinsip syar'i, dan semua perusahaan asuransi syariah sudah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah rekomendasi MUI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement