REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menghadapi serbuan bank-bank asing yang akan gencar masuk ke Indonesia pada 2020, pemerintah dan otoritas perbankan diminta segera mengkonsolidasikan industri perbankan nasional. Konsolidasi ini harus dilakukan agar bank nasional mampu bersaing dengan bank asing yang skala asetnya lebih besar.
Usulan ini disampaikan Pengamat Perbankan dari UGM Paul Sutaryono. Keduanya juga sepakat Pemerintah juga diminta memberikan peta jalan (road map) yang utuh mengenai konsolidasi perbankan. Sehingga tidak hanya bank BUMN yang wajib bergabung, tapi juga Bank Pembangunan Daerah, bank-bank kategori buku satu dan bank perkreditan rakyat (BPR).
''Konsolidasi ini penting, apalagi Indonesia akan segera menghadapi MEA. Road map-nya pun harus utuh tidak hanya untuk bank BUMN. Sehingga BPD, dan bank-bank kategori buku satu wajib diprioritaskan untuk merger atau akuisisi,'' kata Paul.
Menurut Paul, pemerintah perlu pula memberi insentif bagi proses konsolidasi perbankan, tidak hanya berupa pelonggaran ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) yang diberikan Bank Indonesia, tapi juga berupa pemotongan pajak merger.
Selain konsolidasi perbankan, Paul juga mengungkapkan solusi lain guna menghadapi persaingan dengan bank asing pada saat MEA adalah mengerek tingkat efisiensi secara maksimal.
Tingkat efisiensi perbankan ini, lanjut Paul, bisa diukur dari rasio beban operasional dibagi pendapatan operasional atau BOPO. Saat ini rasio BOPO bank-bank BUMN sekitar 71 persen saat ini.
Rasio itu masih cukup tinggi. ''BOPO bank-bank ASEAN lebih baik lagi, yakni berkisar 40-60 persen,'' ungkap Paul.