Rabu 24 Sep 2014 17:53 WIB

Dirjen Pajak Terus Kejar 'Dosa' Asian Agri

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Dirjen Pajak, Fuad Rahmani menjelaskan kasus penggelapan pajak Asian Agri, di Jakarata, Selasa (26/6)
Foto: Republika/Maman Sudiaman
Dirjen Pajak, Fuad Rahmani menjelaskan kasus penggelapan pajak Asian Agri, di Jakarata, Selasa (26/6)

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta --- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP) tidak akan melepaskan Asian Agri Group (AAG). Khususnya kewajiban membayar pajak hingga lunas.

Berdasarkan Surat Ketetapan pajak (SKP) yang diterbitkan Juni 2013, AAG berkewajiban membayarkan pajak terutang sebesar Rp 1,96 triliun. Kuasa Hukum yang juga Direktur Keberatan dan Banding DJP, Catur Rini Widosari, mengatakan bahwa surat ketetapan pajak dikeluarkan untuk menagih pajak terhutang. SKP untuk AAG mencapai 108 buah.

Denda ini posisinya berbeda dengan vonis yang mewajibkan pembayaran kepada Kejasaan Agung sebesar Rp 2,5 triliun. "Ini adalah penagihan terhadap pajak terutang, mereka kurang bayar yang kena lagi denda administratif-nya. Ini tetap harus kita tagih," kata Catur, Rabu (24/9).

Dasar perhitungan denda mengacu pada hasil pemeriksaan Mahkamah  Agung. AAG dikenai pokok pajak Rp 1,25 triliun dan sanksi administrasi terhadap kurang bayar senilai Rp 653 miliar. Agar bisa mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, AAG berkewajiban menyetorkan 50 persen dari jumlah SKP yang ada, yaitu sebesar Rp 950 miliar.

Jumlah ini sudah dibayarkan oleh AAG pada 28 Januari 2014. Kini Dirjen Pajak akan berupaya agar AAG membayar sisa tagihan. Penagihan ini diyakini sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Namun AAG beranggapan bahwa selama ini yang dilakuakan Dirjen Pajak menyalahi aturan. Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany menegaskan bahwa akan melayani gugatan AAG. Hal ini diharapkan dijadikan contoh agar masyarakat tertib pajak. "Semua aparat hukum mendukung langkah kami," kata Fuad.

Kepala Unit Kerja Presdien Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Mas Achmad Santosa mengatakan penanganan kasus hukum dan perpajakan sudah lebih baik. Dahulu kekalahan negara bisa mencapai 70 persen, dan kini berkurang menjadi 60 persen.

UKP4 ingin pemerintah memenangkan kasus ini dengan mutlak. Hal ini agar publik percaya bahwa pemerintah menangani dengan serius kasus mafia pajak.

"Artinya keputusannya harus betul-betul mencerminkan aspek-aspek objektifitas, profesional dan independensi. Terus terang, kami punya kepentingan bahwa pemerintah harus menang dalam kasus ini," kata Mas Achmad Santosa.

Anggota Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus mengatakan pihaknya berkewajiban memantau pengadilan pajak yang telah berjalan. Namun substansi pengadilan bukan menjadi urusan KY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement