Kamis 04 Sep 2014 20:06 WIB

Habibie : Tak Perlu Ragu Hapus Subsidi BBM

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Erdy Nasrul
Presiden BJ. Habibie menjadi pembicara dalam acara Konvensi Pendidikan di Bentara Budaya, Jakarta, Selasa (18/2).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Presiden BJ. Habibie menjadi pembicara dalam acara Konvensi Pendidikan di Bentara Budaya, Jakarta, Selasa (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Mantan Menteri Riset dan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie mengatakan tidak perlu ragu menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada saat memimpin pemerintahan dahulu, ia pun tidak memperkenankan BBM disubsidi.

"Silahkan di cek," kata Mantan Presiden Ketiga RI ini saat menyampaikan pidato dalam acara Refleksi Tiga Tahun Pelaksanaa Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 di JCC, Kamis (4/).

Habibie beranggapan bahwa masyarakat akan menerima penghapusan subsidi asal tujuannya jelas. Subsidi BBM menurut dia lebih baik dialihkan untuk pembangunan, pendidikan gratis dan modal kerja usaha kecil dan menengah.

Sedikit bernostalgia, Habibie pun bercerita bahwa dirinya tidak pernah setuju dengan subsidi energi. Alasannya, selama ini penyaluran energi dinilai salah sasaran, hanya mampu dinikmati segelintir orang saja. Padahal seharusnya subsidi ini dinikmati masyarakat yang kurang  sejahtera.

Namun dirinya mengaku tidak berkutik manakala Presiden Soeharto ingin mempertahankan subsidi energi. Negara dianggap  punya cukup anggaran untuk mensubsidi energi.

"Indonesia waktu itu  memproduksi 1,8 juta barel minyak per hari. Konsumen di dalam negeri cuma menyerap sepertiganya, sisanya diekspor. Karenanya Indonesia masih bisa bergabung dengan kartel minyak internasional, OPEC," kata Habibie.

Namun kini yang terjadi sebaliknya. Saat ini produksi minyak hanya 1/3 saja. Seanyak 2/3 kebutuha minyak justru didapat dari impor. Padahal dengan menghapus subsidi anggran yang bisa dihemat sangat banyak.

"Coba berapa triliun yang kita harus subsidi? Mungkin bisa sampai 250 triliun sampai Rp 300 triliun," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement