REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Protes sekelompok orang terhadap keberadaan bank syariah di Bali, tidak mewakili keseluruhan ummat Hindu atau masyarakat Bali. Tetapi kata Bendesa Agung (Ketua) Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali, Jro Gde Putus Upadesa, protes itu oleh sekelompok orang saja.
"Apa yang mau mereka protes atau dilarang. Bank Syariah itu ada undang-undangnya dan Bali sebagai bagian dari bangsa Indonesia, harus menghormati undang-undang itu," kata Jro Gde di Denpasar, Senin (25/8).
Di sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan majelis desa adat, menjawab Republika Jro Gde mengatakan, ummat Hindu tidak melarang atau melawan apa pun yang sudah didasari undang-undang (UU). Jadi kalau ada yang biacara memprotes produk UU seperti perbankan syariah, itu adalah protes pribadinya dan tidak mewakili atau bukan suara hati dari ummat Hindu secara keseluruhan.
Bendesa Agung Desa Pakraman Bali itu menegaskan, Bali adalah daerah terbuka. Masyarakatnya kata Jro Gde, juga sangat terbuka dengan kedatangan etnis atau masyarkat yang beragama lain. Karena itu dia menekankan, untuk menjaga kerukunan ummat dan antar ummat, perlu adanya sikap saling menghormati sebagai sebuah bangsa Indonesia. "Mari bersama-sama menjaga Bali, jangan dirusak. Karena kita semuanya nanti yang akan rugi. Jangan mau diganggu oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan," katanya.
Sebagai wujud kebersamaan antara umat di Bali sebut Jro Gde, ada Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB) yang menjadi tempat bagi untuk membicarakan bersama-sama masalah antara ummat. Selain itu katanya, ada juga Paguyuban Etnis Nusantara yakni tempat berkumpulnya wakil dari berbagai etnis yang ada di Bali.
Bahkan sejalan dengan arahan Gubernur Made Mangku Pastika jelas Jro Gde, siapa pun yang tinggal di Bali dapat dikatakan sebagai warga Bali keturunan. Ada warga Bali keturunan Jawa, keturunan Sunda keturunan Lombok atau keturunan NTT.