REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kepemilikan asing di industri syariah perlu dibatasi. Hanya saja baik OJK sebagai regulator, pemerintah maupun Dewan perwakilan Rakyat masih melihat kebutuhan di dalam masyarakat.
Deputi Komisioner Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ngalim Sawega mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan pembahasan substansi terkait batas kepemilikan asing. Hal tersebut masuk dalam Rancangan Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian. Hanya saja pada prinsipnya kepemilikan asing perlu ada batasan. Sayangnya hingga saat ini belum diputuskan batas maksimal kepemilikan asing di Indonesia.
Untuk saat ini regulasi yang mengatur batas kepemilikan asing di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2008. Berdasarkan aturan itu batas maksimal kepemilikan asing ketika pendirian sebesar 80 persen. Hanya saja aturan itu tak membatasi batas kepemilikan setelahnya. Sehingga boleh saja jika pemilik asing bermodal besar kembali menyuntikkan dana untuk meningkatkan kepemilikan saham.
Ngalim menambahkan terkait kepemilikan saham, bahwa aturannya juga akan mempertimbangkan kebutuhan di masyarakat. Maksudnya pembatasan kepemilikan asing juga melihat perkembangan industri.Karena saat ini banyak perusahaan asuransi yang modalnya masih minim sehingga butuh peran asing.
Selain itu perusahaan asuransi lokal yang memiliki modal besar tergolong sedikit. Sehingga jika dibatasi harus ada subtitusi atau modal lokal yang masuk. Karena jika tidak sama saja mengurangi skala ekonomi industri asuransi.Selain batas kepemilikan asing ada hal lain yang masih dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Seperti peningkatan kapasitas asuransi dan reasuransi, penjaminan polis, perpajakan, peran menteri keuangan dan sanksi pidana.