Jumat 15 Aug 2014 00:27 WIB

Pemerintahan Baru Perlu Alokasikan Anggaran Energi Alternatif

Rep: c88/ Red: Chairul Akhmad
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi ke kendaraan warga di sebuah SPBU di Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi/ca
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi ke kendaraan warga di sebuah SPBU di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Institute for Developing of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai, subsidi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia sudah tidak efisien lagi.

Menurutnya, alokasi anggaran subsidi sejatinya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas. Selain itu, fungsi subsidi adalah agar terjadi redistribusi pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan.

"Sekarang kita lihat, apakah subsidi BBM sudah meningkatkan produktivitas atau tidak," kata Enny saat dihubungi, Kamis (14/8).

Indonesia, lanjut Enny, sudah mengalami ketergantungan impor BBM yang sangat besar. Padahal, BBM merupakan komoditas strategis pada keberlangsungan sebuah negara. Menurutnya, jika komoditas strategis sudah didominasi impor maka sudah tidak efisien lagi.

Pemerintahan baru, menurut Enny, perlu menerapkan kebijakan dalam mencari dan menyediakan energi alternatif di luar BBM yang lebih efisien. "Sekarang bagaimana kita mencari energi alternatif kalau subsidi diberikan kepada sumber energi yang tidak efisien," tambahnya.

Jika harga BBM tetap rendah seperti saat ini, maka tidak ada insentif bagi energi alternatif. "Investor mana yang tertarik jika tak ada insentif," ujar Enny.

Dengan memiliki energi yang lebih efisien, otomatis daya saing industri dan ekonomi akan terdongkrak. Di samping itu, pemenuhan terhadap energi yang efisien akan berkontribusi pada percepatan industrialisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement