REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia meyakini defisit transaksi berjalan pada akhir 2014 bisa mencapai tiga persen, lebih baik dibandingkan defisit tahun sebelumnya.
"Neraca transaksi berjalan di 2013 kan 3,3 persen dari PDB. Kalau bisa ada perbaikan ekspor mineral 2-3 miliar dolar AS itu harusnya (defisit) bisa ada di kisaran tiga persen," kata Gubernur BI Agus Martowardojo usai kegiatan mengajar di SMK 38 Jakarta, Selasa.
Agus menuturkan, potensi ekspor mineral sebagaimana yang diungkapkan oleh Kementerian ESDM dapat mencapai 5 miliar dolar AS.
Namun, jika hanya mencapai separuhnya saja, itu sudah sangat membantu perbaikan defisit neraca transaksi berjalan.
"Kalau bisa 2-3 miliar dolar AS saja, sudah akan banyak membantu neraca transaksi berjalan," ujar Agus.
Bank Indonesia sendiri menyambut baik dengan telah adanya solusi untuk ekspor mineral, tidak hanya Freeport, namun juga renegosiasi lebih dari 100 kontrak karya yang berhasil dilakukan pemerintah.
Kegiatan ekspor mineral dinilai dapat memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara dan juga tentunya komitmen untuk membangun smelter.
"Jadi kita menyambut baik karena itu akan memperbaiki kinerja ekspor kita dan jadinya kalau kita lihat di tahun 2014 perbaikan daripada ekspor non migas dan juga ekspor dari sumber daya alam akan membaik," kata Agus.
Namun, Bank Indonesia menilai impor bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih akan menjadi tantangan besar bagi upaya perbaikan defisit transaksi berjalan.
"Kita sudah mengikuti dari Januari sampai Juni perbaikan daripada ekspor non migas dibandingkan dengan tahun yang lalu. Kalau seandainya ekspor membaik, tentu kinerja transaksi berjalan juga akan membaik dan memang tantangannya adalah BBM karena impornya masih besar dan defisit migas masih besar," ujar Agus.
Pemerintah sendiri telah melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi untuk menekan impor BBM dan dilakukan setelah kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 terancam terlampaui.
Hingga 31 Juli 2014, konsumsi solar bersubsidi mencapai 9,12 juta kiloliter atau menghabiskan 60 persen jatah APBN-P 2014.
Sedangkan realisasi konsumsi Premium mencapai 17,08 juta kiloliter atau 58 persen dari kuota APBN-P 2014.