REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah pemerintah dalam membatasi penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai tidak akan efektif. Solusi paling ampuh dalam mengatasi pembengkakan anggaran adalah menaikkan harga BBM subsidi ke harga keekonomiannya.
Ekonom UI Muslimin Anwar mengatakan, selama harga BBM subsidi belum dinaikkan solusi lain tidak akan efektif. ''Masyarakat akan terus mengonsumsi BBM subsidi,'' kata dia kepada Republika, Ahad (3/8) siang.
Pemerintah akan dan telah memperketat penjualan BBM subsidi. Semisal, SPBU di wilayah Jakarta Pusat tidak lagi menjual solar bersubsidi, penjualan premium di jalan tol akan dihentikan, dan pembatasan waktu penjualan BBM subsidi.
Menurut Anwar, pengetatan itu hanya membuang-buang waktu dan dana. Nasibnya akan sama seperti RFID dan pembelian BBM non-tunai yang tidak jelas pelaksanaannya.
Dia berpendapat, seharusnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga BBM subsidi. Alasannya, sudah tidak terkait kebijakan politis. Artinya, pemerintahan memang akan selesai.
Awalnya, lanjut Anwar, kemungkinan akan dihujat oleh rakyat. Akan tetapi, nantinya masyarakat akan menyadari bahwa langkah tersebut merupakan opsi terbaik demi masyarakat dan negara.
Dia berpandangan, dana subsidi BBM merupakan dana bantuan yang salah sasaran. Lebih baik dana tersebut untuk membangun infrastruktur dan langsung diberikan kepada orang yang berhak. Sekarang ini, para pengguna BBM subsidi malah orang-orang yang tergolong mampu. Dana subsidi lebih tepat apabila diberikan melalui bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan langsung lainnya.