REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi dari University of London, Prof Anna Booth, menilai ketimpangan ekonomi di Indonesia semakin meningkat.
"Ketimpangan ekonomi dari era pemerintahan Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengalami peningkatan," ujar Anna Booth dalam seminar ekonomi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Jumat (13/6).
Booth mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa angka kemiskinan mengalami penurunan dari 40 persen pada 1976 menjadi 11,36 persen pada 1998. Namun pascapemerintahan Soeharto, data BPS menunjukkan persentase kemiskinan pada 1998 berubah dari 11,36 persen menjadi 17,5 persen.
Booth menambahkan, dari beberapa data yang disajikan lembaga survei mengenai kemiskinan di Indonesia ditemukan adanya tren ketimpangan. Pengukuran itu berdasarkan pengeluaran per kapita yang memberikan perkiraan lebih rendah dari pendapatan per kapita.
"Terjadi peningkatan pada koofisien Gini (ukuran kesenjangan pendapatan) dari jumlah pembelanjaan per kapita rumah tangga sejak 1980 hingga 1996," ujarnya.
Ketidaksetaraan dan ketimpangan ekonomi di Indonesia ini, menurut Booth, semakin meningkat karena perbedaan akses terhadap pendidikan dan perpindahan generasi muda dari desa ke kota.
"Keluarga kaya di perkotaan akan menyajikan pendidikan yang bagus dan terjamin dibandingkan keluarga miskin di kota maupun di desa. Begitu juga orang muda yang berasal dari pedesaan berpindah ke kota untuk mencari pekerjaan, namun berakhir dengan tingkat produktivitas yang rendah dan menjadi buruh di sektor informal," jelas dia.
Berbagai penyebab kemiskinan adalah miskin karena sakit, kecelakaan, usia tua, tidak memiliki aset, konflik dan kekerasan. Beberapa upaya yang harus dilakukan adalah menambah lapangan pekerjaan di desa, konektivitas di wilayah timur, dan perhatian pada masyarakat miskin.
"Transmigrasi tidak menyelesaikan masalah, hanya memindahkan penduduk ke daerah lain," kata Booth.