REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 65 persen batu bara di Indonesia masih berkualitas rendah. "Kalau kita lihat 'nature'-nya, 65 persen masih peringkat rendah, sisanya medium sampai bagus," kata Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R Sukhyar dalam sambutannya pada diskusi yang bertajuk Tantangan Investasi Dalam Industri Minerba Nasional di Jakarta, Kamis (24/4).
Kualitas rendah itu pula lah yang memicu harga batu bara rendah, yakni turun dari Rp 140 ribu per ton menjadi Rp 70 ribu per ton. "Bahkan ada yang lebih rendah dari 'cost production' (biaya produksi) sehingga tidak bisa dijual," katanya.
Selain batu bara, Sukhyar mengatakan gas bumi juga mengalami penurunan produksi "Kita 'happy' karena menjadi eksportir tapi bukan yang terbesar seperti 15-20 tahun yang lalu, tahun 2020 kita akan mengimpor gas bumi kalau tidak menemukan cadangan baru," katanya.
Pasalnya, dia menyebutkan, saat ini batu bara Indonesia hanya menyumbang 2-3 persen dari cadangan batu bara dunia. Oleh karena itu pemerintah sudah menyusun program konvensi dari batu bara menjadi gas bumi. "Sudah banyak yang datang untuk proyek tersebut, maka harus ada respon pemerintah mengambil inisiatif membuat kebijakan fiskal bagi industri pioner 'coal to liquid'," katanya.
Sukhyar mengatakan hal itu bertujuan untuk meringankan beban negara dalam penyediaan energi nasional dengan meningkatkan nilai tambah batubara yang tidak bisa terjual saat ini. Terkait investasi, dia menilai, asing masih belum bergairah karena infrastukturnya masih lemah, meskipun cadangan gas bumi masih banyak. "Selama ini, kita jual ke luar negeri dengan kapal-kapal tanker," katanya.
Ia mengakui para investor seringkali terbentur peraturan pemerintah daerah (Pemda) yang belum mengatur tata ruang untuk kegiatan pertambangan. Selain itu, adanya kecemberuan sosial antara lokal dan pendatang yang menjadi hambatan investasi di daerah.
"Ini menjadi PR kita agar bupati mengubah tata ruang yang dibutuhkan dengan antisipasi pembekalan 'skill' yang dibutuhkan," katanya. Terkait payung hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2012, Sukhyar menilai masih belum diimplementasikan seluruhnya.