REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan lampu hijau untuk dilakukan revisi daftar negatif investasi (DNI). Diharapkan dengan revisi tersebut akan semakin menyederhanakan aturan berinvestasi di Indonesia.
“Berkaitan dengan kebijakan baru di bidang investasi. Singkatnya, mana yang kita tetapkan sebagai investasi terbuka, mana yang tertutup, dan mana yang terbuka dengan syarat,” katanya saat membuka rapat kabinet terbatas di Jakarta, Kamis (24/4).
Menurutnya, revisi DNI di satu sisi untuk memastikan ekonomi Indonesia terus tumbuh dan berkembang. Sedangkan di sisi lain, ada kepentingan nasional yang harus tetap dijunjung tinggi. Ia mengatakan revisi DNI ini telah dikomunikasikan dengan pihak terkait.
Pada prinsipnya, revisi bisa diterima oleh dunia usaha baik di dalam negeri dan di luar negeri. “Jadi, terpenuhilah apa yang kita inginkan. Kepentingan nasional di satu sisi, tapi juga investasi dan ekonomi yang terus berkembang. Semuanya itu untuk kepentingan rakyat kita,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BKPM Mahendra Siregar mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) untuk revisi DNI sudah mulai dibahas. Ia mengatakan secara substansi, tidak terdapat perubahan signifikan yang substansial.
“Yang berbeda hanya dari segi penyederhanaan, simplifikasi, pengelompokan. Itu saja yang berbeda,” katanya. Dia menjelaskan revisi DNI mengurangi jumlah bidang usaha yang tertutup untuk investasi sekaligus mengurangi bidang usaha yang terbuka dengan syarat tertentu. Mahendra memaparkan sektor usaha yang terbuka dengan syarat tertentu dikurangi dari 276 sektor usaha menjadi 210–220 sektor usaha.