Rabu 26 Feb 2014 13:18 WIB

Harga Minyak Naik Jelang Laporan Stok AS

Harga Minyak Mentah
Foto: Antara
Harga Minyak Mentah

REPUBLIKA.CO.ID,  SINGAPURA -- Harga minyak sedikit lebih tinggi di perdagangan Asia Rabu (26/2), karena dealer menunggu data stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) terbaru sebagai petunjuk tentang permintaan di ekonomi terbesar dunia di akhir musim dingin di negara itu.

Kontrak utama New York, minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman April naik tiga sen menjadi 101,86 dolar dalam perdagangan siang, sementara minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan April naik lima sen ke posisi 109,56 dolar.

"Di mana investor benar-benar terfokus pada saat ini pada gambaran yang akurat tentang permintaan AS ke depan," kata David Lennox, analis sumber daya pada Fat Prophets di Sydney kepada AFP.

"AS belum mempunyai kinerja yang baik serta kami ingin mengingatkan fakta bahwa AS merupakan ekonomi dan konsumen minyak terbesar dunia," tambah Lennox.

Lennox menambahkan bahwa permintaan untuk produk-produk minyak jadi seperti minyak pemanasan yang telah menunjukkan peningkatan dalam konsumsinya selama musim dingin nampaknya akan berkurang karena mendekati musim semi. Jumlah stok minyak mentah di AS kemungkinan naik sekitar 800 ribu barel dalam pekan sampai 21 Februari, menurut survei analis Wall Street Journal .

Kenaikan stok menunjukkan melemahnya permintaan di Amerika Serikat, menempatkan tekanan pada harga. Departmen Energy AS dijadwalkan secara resmi akan merilis angka persediaan minyak pada Rabu (26/2) ini.

Analis juga akan memantau data ekonomi AS yang baru untuk menilai dampak dari cuaca dingin yang ekstrim berbulan-bulan di tengah mulainya cuaca hangatnya. Data kepercayaan konsumen AS yang lemah Selasa mengurangi sentimen dan investor melihatnmenjelang dirilisnya data penjualan rumah Januari serta laporan pendapatan beberapa perusahaan yang akan keluar pada Rabu ini.

"Potensi gangguan pasokan di beberapa negara produsen minyak yang tengah dilanda krisis termasuk Venezuela , Libya dan Sudan Selatan tetap menjadi penyebab kekhawatiran," kata para analis.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement