Rabu 19 Feb 2014 00:57 WIB

Nasib BBM Subsidi untuk Nelayan Dibahas

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Hazliansyah
 Nelayan memperbaiki kapalnya yang bersandar di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Ahad (2/1).  (Republika/Adhi Wicaksono)
Nelayan memperbaiki kapalnya yang bersandar di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Ahad (2/1). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memimpin rapat koordinasi terkait permasalahan bahan bakar minyak (BBM) subsidi untuk nelayan di kantornya, Selasa (18/2). Rapat dihadiri oleh pengampu kebijakan terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), PT Pertamina (Persero) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). 

Rapat ini mau tidak mau dikaitkan dengan unjuk rasa nelayan di Jakarta dan sejumlah daerah yang mencuat akhir-akhir ini. Para nelayan menolak Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2013, Peraturaan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2013 dan Surat Edaran BPH Migas yang mencabut BBM subsidi untuk nelayan dengan kapal bertonase 30 gross ton ke atas. 

Nelayan berpandangan ketiga beleid di atas bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan. 

Ditemui sebelum menghadiri rapat, Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan harus ada koordinasi interdepartemen terkait permasalahan ini. 

"Pemerintah yang baik itu ada policy maker, badan pengatur dan pelaku usaha. Badan pengatur itu on be half (atas nama) pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat," ujar Andy kepada wartawan.

Ditanya sikap BPH Migas, Andy mengatakan institusinya tetap berpegang pada ketentuan yang berlaku. Terlebih, BPH Migas memiliki tugas untuk mengawal agar kuota BBM subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 tetap di level 48 juta kl. 

Namun jika kebijakannya berubah, Andy menyebut BPH Migas menginginkan agar kapal-kapal terdaftar di BPH Migas. "Kami ingin ada pembatasan," kata Andy. 

Ditemui terpisah sebelum memimpin rapat, Hatta mengatakan, akan mendengar laporan dari KKP dan Kementerian ESDM terkait permasalahan ini. Setelah itu, kebijakan baru akan diputuskan. 

"Perubahan itu harus diikuti perubahan dasar yang kuat," ujar Hatta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement