REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengeluhkan dukungan infrastruktur dari berbagai pelabuhan, terutama di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta yang dinilai belum maksimal dalam menekan biaya logistik.
"Sebagai negara maritim kepulauan, idealnya Indonesia memang memiliki sektor industri pelayaran yang kuat dan dapat diandalkan. Namun sayang, dukungan infrastruktur yang ada belum maksimal, utamanya pelabuhan," kata Ketua Komisi Tetap Bidang Logistik Kadin, Akbar Djohan, Sabtu.
Menurut Akbar, hal tersebut dinilai menjadi penyebab utama tingginya biaya logistik di Tanah Air.
Ia mengungkapkan, sudah menjadi rahasia umum bila waktu tunggu kontainer ("dwelling time") di pelabuhan Tanjung Priok menjadi penyumbang utama tingginya ongkos logistik di Indonesia.
"Lonjakan dwelling time Pelabuhan Tanjung Priok dari 4,8 hari pada Oktober 2010 menjadi 8-10 hari di tahun 2013 dinilai memperburuk iklim perdagangan, khususnya ekspor-impor," ucapnya.
Kondisi itu, ujar dia, tentu meresahkan kalangan pengusaha pelayaran karena tidak adanya kepastian bagi pemilik barang karena proses pengeluaran barang yang memakan waktu cukup lama.
Selain itu, situasi ini menegaskan bahwa kinerja layanan pelabuhan Tanjung Priok belum memenuhi harapan dunia usaha.
"Kondisi dwelling time yang buruk tentu akan bermuara kepada biaya transportasi dan logistik, baik di laut maupun darat. Tarif- tarif kepelabuhanan pun terus melonjak," cetusnya.
Karena itu, ia menilai bahwa bukanlah sesuatu hal yang berlebihan jika pengelola pelabuhan dinilai gagal dalam mengantisipasi pertumbuhan arus barang.
Pasalnya, pertumbuhan positif ekonomi Indonesia di tahun 2013 yang mencapai level 5,7-6 persen, terus memacu pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
"Amat disayangkan kondisi Pelabuhan Tanjung Priok selama tiga tahun terakhir belum mengalami perbaikan secara signifikan sehingga target pembenahan inefisiensi logistik nasional tak kunjung tercapai," katanya.