REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) memutuskan menaikkan harga elpiji nonsibsidi kemasan 12 kilogram menyusul tingginya harga pokok LPG di pasaran. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan hal tersebut bukanlah kewenangan pemerintah.
"Pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi kecuali menyangkut subsidi," kata Hatta di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/1).
Pertamina memiliki kewenangan untuk menaikkan harga LPG. Kenaikan ini dilakukan karena sudah tidak imbangnya harga dan ongkos produksi. Hal ini membuat perusahaan minyak dan gas (migas) milik pemerintah tersebut merugi.
Hatta mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerugian harga karena tidak sesuai produksi. Sebelum adanya depresiasi rupiah, Pertamina sudah rugi Rp 5 triliun. Pelemahan nilai tukar rupiah menambah kerugian Pertamina sebesar Rp 600 miliar-Rp 700 miliar.
Pemerintah sendiri mengharapkan kenaikan LPG nonsubsidi ini ditahan. Namun demikian pemerintah tidak dapat memaksakan karena sudah menjadi keputusan dalam rapat umum pemegang saham. "Per Januari dinaikkan," kata Hatta.
Kenaikan harga elpiji ini dinilai tidak akan berdampak besar terhadap inflasi. "Dampak inflasinya relatif rendah," kata Hatta.