REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah berubahnya lanskap perekonomian global yang terjadi saat ini, Indonesia menghadapi paradoks ekonomi. Jika Indonesia terus mempercepat laju ekonominya, maka rasio defisit terhadap produk domestik bruto (PDB) makin tinggi.
Akibatnya, kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Doddy Budi Waluyo, inflasi dipastikan bergerak tinggi dan nilai tukar rupiah makin melemah. Yang terjadi kemudian, ekonomi Indonesia memanas atau overheating.
Sebaliknya, Doddy menjelaskan, ketika ekonomi diperlambat seperti yang dilakukan saat ini, berdampak pada ketersediaan lapangan kerja dan tingkat kemiskinan. "Lapangan kerja baru menjadi sempit," kata Doddy, Ahad (29/12).
Dana Moneter Internasional (IMF) telah menjabarkan perubahan lanskap ekonomi baru yang terjadi. Jika pada periode sebelumnya negara-negara maju mengalami pertumbuhan yang melambat dan negara-negara berkembang tinggi, sekarang malah berbalik. Ekonomi negara maju pesat dan negara berkembang malah lambat.
Menurut IMF, kondisi ini menyebabkan ekonomi negara berkembang menjadi dilematis. Mau tidak mau, negara-negara ini harus mengerem ekonominya dengan efek samping persoalan pengangguran naik. Jika dipaksakan tumbuh, IMF malah khawatir terjadi pemanasannya ekonomi.