REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Sekitar 1.000 massa menggelar demonstrasi menentang konferensi tingkat menteri WTO (World Trade Organization) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali. Pengunjuk rasa menuntut agar kegiatan yang akan berlangsung hingga 6 Desember, dibubarkan.
Unjuk rasa digelar di depan Monumen Bajra Sandi Denpasar, Selasa (3/12). Massa berasal dari petani, buruh, mahasiswa, nelayan perempuan dan kaum muda dari sekitar 30 negara.
Aksi yang mendapat pengamanan cukup ketat dari polisi ini dimulai dengan longmarch dari parkir timur Lapangan Nitimandala Renon menuju Monumen Bajra Sandi. "Akhiri WTO, WTO Kills Farm, WTO Membunuh Nelayan, WTO Vampire Destroy Rural Woman," begitu isi sejumlah poster yang dibentangkan massa.
Dalam orasinya, pengunjurasa mengatakan 18 tahun WTO tidak melakukan apa-apa untuk petani. Karena pada kenyataannya tingkat kelaparan dunia terus meningkat sejak rezim perdagangan dimulai.
WTO justru mendorong petani untuk keluar dari pertanian. "WTO secara harfiah membunuh petani kita dengan impor murah dan memotong subsidi untuk petani lokal," kata Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih.
Pendemo menyerukan untuk berbagai alternatif dari perdagangan bebas—seperti kedaulatan pangan, mendukung petani lokal untuk pangan populasi lokal.
Alternatif kebijakan seperti kedaulatan panganlah yang dibutuhkan untuk mengakhiri kelaparan dunia, juga masalah kemiskinan. "WTO justru akan memperkaya perusahaan besar saja dan memiskinkan rakyat, khususnya perempuan," kata Puspa Dewy dari Solidaritas Perempuan.