Selasa 26 Nov 2013 15:10 WIB

BI Klaim Posisi Rupiah di Level yang Baik

Seorang petugas teller menghitung mata uang rupiah.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yogi Ardhi
Seorang petugas teller menghitung mata uang rupiah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah mencapai Rp 11.765. Kendati melemah, Bank Indonesia (BI) menilai level tersebut cukup baik untuk menekan defisit transaksi berjalan yang mencapai 3,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). BI menargetkan defisit transaksi berjalan dapat dipersempit menjadi 2,6 persen dari PDB pada tahun depan.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan nilai tukar rupiah sudah di level yang cocok untuk situasi saat ini. "Jadi di level sekarang, para eksportir itu sudah bisa menjual hasil ekspornya," ujar Mirza yang ditemui usai Seminar Nasional dengan tema "Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 Akankah Krisis Berlanjut", Selasa, (26/11).

BI sebelumnya sempat menahan pelemahan rupiah agar berada di posisi Rp 9.500-10.000. Hal tersebut menguras cadangan devisa. Oleh karena itu, rupiah dibiarkan melemah. Pelemahan rupiah juga membuat impor menjadi mahal sehingga impor barang non produktif akan berkurang dan ujung-ujungnya dapat memperbaiki transaksi berjalan.

Berkurangnya konsumsi tersebut mau tidak mau akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat karena pertumbuhan ekonomi di Indonesia didorong oleh permintaan domestik. Namun, BI menilai pertumbuhan yang lebih rendah yang ditargetkan berada di level 5,5-5,8 persen akan lebih prudent.

Ke depannya, Mirza mengatakan BI akan selalu mencermati inflasi dan transaksi berjalan. "Tapi transaksi berjalan penurunannya harus bisa dipastikan sehingga penurunan impor diperlukan," ujar dia. Ia juga mengatakan, dalam merespons hal tersebut, BI tidak harus memakai suku bunga. "Kita ada kombinasi dengan kebijakan kurs, LTV, LDR, dan lain-lain," ujar dia.

BI juga akan melihat situasi perbankan, terutama mengenai likuiditas dan kredit bermasalah (NPL). Mirza mengatakan kebijakan BI jangan sampai menjadi kontraproduktif dengan sektor riil. BI meminta perbankan untuk selektif mengenai pertumbuhan kredit terutama sektor yang memiliki konten impor besar.

Sementara itu, dari sisi pembayaran utang, utang jatuh tempo cukup besar, tetapi sebagiannya sudah di roll over. Mirza mengatakan bagian yang tidak di-roll over sudah memiliki sumber pembiayaan sehingga tidak perlu membeli dolar AS di pasar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement