Senin 25 Nov 2013 14:49 WIB

Kurangi 'Backlog', Kemenpera Siapkan UU Tapera

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Perumahan (ilustrasi)
Foto: Antara
Perumahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mengurangi kekurangan persediaan rumah karena tingginya permintaan (backlog), Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tengah menggodok undang-undang tabungan perumahan rakyat (Tapera). Diharapkan rancangan UU Tapera selesai awal Desember.

"Backlog tahun ini mencapai 15 juta unit," ujar Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz dalam musyawarah nasional Real Estat Indonesia (REI) di Jakarta, Senin (25/11). Regulasi tersebut sudah masuk dalam tahap finalisasi dengan kementerian dan lembaga terkait.

Djan mengatakan sejauh ini rancangan UU tersebut sudah sesuai dengan rencana. Hanya ada beberapa hal yang masih menggancal, terutama kewajiban pemberi kerja untuk menyumbang dalam Tapera.

Sejauh ini kewajiban membayar iuran hanya ditujukan kepada pekerja. Namun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menginginkan pemberi kerja juga ikut berkontribusi sehingga sejumlah instansi keberatan, seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kemenkeu keberatan karena UU ini juga akan berlaku untuk pegawai negeri sipil (PNS). Jika pemberi kerja dibebankan iuran Tapera, maka Kemenkeu akan dibebankan sebagai pemberi kerja PNS. Artinya akan ada penambahan dana di anggaran negara (APBN).

Keberatan pemberi kerja adalah jumlah dan besaran keikutsertaannya. Rencana awal iuran ditetapkan lima persen dari total gaji. Sedangkan DPR menyarankan pemberi kerja dan pekerja dibebani rasio yang sama, yaitu 2,5 persen. "Pemerintah belum putuskan berapa persen dan apakah pemberi kerja juga dibebankan iuran," kata Djan.

Jika rasio sebesar lima persen disetujui, maka pemerintah akan mendapatkan dana sebesar Rp 2.650 triliun dalam 20 tahun. Dari nilai ini, pemerintah bisa membangun 13,5 juta rumah dan satu juta unit rumah susun sewa (rusunawa). "Tapi kalau hanya pekerja saja yang dibebankan, maka yang bisa dibangun hanya setengahnya," kata Djan.

Pada saat yang sama Djan juga mengatakan sedang membahas Peraturan Menteri (Permen) terkait larangan penjualan rumah dan rumah susun milik (rusunami). Dalam peraturan tersebut, pemilik rumah tidak boleh menjual rumahnya selama masa kredit. Rusunami tidak boleh dipindahtangankan selama 20 tahun dan rumah tapak selama lima tahun.

Jika pemilik rumah melanggar, maka hak atas kepemilikan rumahnya dicabut. Djan mengatakan, cicilan akan dihentikan dan uang pokok yang telah dicicil si pemilik rumah akan dikembalikan. "Diharapkan ini akan mengurangi perpindahan tangan dari penerimah rusun murah," ujar Djan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement