Senin 11 Nov 2013 16:22 WIB

Pemerintah Harus Kendalikan Cukong Timah

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menata kepingan timah sebelum dikapalkan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja menata kepingan timah sebelum dikapalkan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka mengatur industri timah yang lebih baik dan sesuai dengan kepentingan nasional pemerintah telah menerbitkan Permendag No.32/M-DAG/2013 pada (1/9) lalu. Permendag No.32 (Revisi Permendag No.78) dirancang  guna merespon polemik tata kelola pertimahan, khususnya tentang ekspor timah.

Direktur IRESS Marwan Batubara mengatakan, dengan Permendag No.32 perdagangan ekspor timah hanya dilakukan melalui satu pintu, yakni melalui bursa timah dalam negeri (BTDN). ''Namun Permendag No.32 telah diprotes para pengusaha dan cukong, yang kemudian mendapat dukungan dari pemimpin daerah,'' kata dia, Senin (11/11).

Menurut Marwan, mereka menuntut dilakukannya revisi terhadap peraturan tersebut. Perbaikan yang tercantum dalam Permendag No.32 dinyatakan semakin memberatkan masyarakat penambang, terutama pada pasal-pasal yang mengatur tentang aturan komoditas untuk diekspor dan cara penjualan komoditas. Gelombang protes yang didukung para cukong dan elite daerah ini dikhawatirkan akan menggagalkan rencana perbaikan pengelolaan industri timah nasional.

Pihaknya, kata Marwan, mendukung tetap diberlakukannya Permendag No.32. IRESS meminta agar pemerintah, khususnya Menteri Perdagangan dan Menteri ESDM, tidak terpengaruh dengan upaya-upaya penggagalan Permendag No.32, serta penggalangan massa dan opini yang dilakukan oleh elit daerah dan para cukong. IRESS meminta agar Pemerintah konsisten dengan aturan yang telah ditetapkan, guna tegaknya konstitusi dan kedaulatan negara serta kepentingan strategis nasional.

Dia menerangkan, Permendag No.32 mengatur timah yang akan diekspor wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis sebelum muat barang, dan output akhir pada cara penjualan komoditas diatur dengan diwajibkan untuk diperdagangkan melalui bursa timah. Pengaturan ini diyakini akan meningkatkan pendapatan negara dan mengganggu kenyamanan bisnis para pengusaha, yang karenanya melakukan berbagai upaya penolakan. Bahkan para pengusaha ini, bersama dengan elit daerah yang terpengaruh dan berkolaborasi dengan cukong, telah

melakukan berbagai kebohongan publik dan manipulasi informasi.

Marwan mengungkapkan, rapat Koordinasi elite daerah pada (28/10) di Kantor Gubernur Bangka Belitung (Babel) menghasilkan kesimpulan, pertama, operasi penertiban penambang ilegal yang dilakukan Polda Babel diminta untuk ditunda. Kedua, Permendag No.32 diminta untuk direview, menggunakan alasan bahwa royalty akan turun, PAD menurun dan perekonomian masyarakat hancur lebur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement