Jumat 08 Nov 2013 14:25 WIB

Kementan Genjot Produksi Padi dengan Mesin

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga kerja untuk menggarap sawah mulai langka. Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengangap hal ini wajar mengingat jumlan lahan yang kian menyusut.

Saat ini kemampuan mencetak sawah hanya 40 hektare (ha), sementara penyusutan mencapai 100 ribu per tahun. "Upah tenaga kerja juga makin mahal, kalau ada pun sulit dicari," kata Mentan dalam peluncuran Teknologi Terbaru Indo Jarwo Transplanter dan Indo Combine Harvester di kantor Kementerian Pertanian, Jumat (8/11).

Untuk itu dibutuhkan teknologi agar produktivitas pertanian terjaga. Salah satu metode yang direkomendasikan oleh Badan Peneleitian dan Pengembangan Pertanian adalah jajaran legowo 2:1. Metode ini diklaim mampu menghasilkan jumlah populasi tanaman 213.300 tanaman per hektare (ha). Jumlah ini 33,31 persen lebih banyak dibanding metode tanam tegel 25x25 cm yang populasi tanaman hanya 160 ribu per ha.

Sampai bulan September 2013, metode ini telah diaplikasikan pada lahan seluas 1.613.550 ha. Dari uji coba tersebut, ditemukan peningkatan produktivitas rata-rata 20,57 persen dibandingkan dengan metode tanam tegel. Namun petani melaporkan biaya tanam per hektar justru jauh lebih tinggi. Waktu yang dibutuhkan untuk menanam 1 ha bibit padi hanya 6,5 jam atau setara dengan kemampuan 20 orang. "Tapi tenaga kerja yang dibutuhkan jauh lebih sedikit, hanya 1/10 dari biasanya. Yang bisanya 30 orang untuk satu ha, sekarang cukup 3 orang saja," katanya.

Metode jajaran legowo diterapkan menggunakan dua mesin yang disebut Indo Jarwo Transplanter yang digunakan saat penanaman, dan Indo Combine Harvester yang digunakan paska panen. Dengan menggunakan kedua mesin ini, susut hasil (losses) kurang dari 2 persen. Susut hasil terjadi pada kegiatan pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pemasaran.

Saat ini Kementan tengah mengejar target surplus 10 juta ton beras di tahun 2014. Sementara target produksi gabah nasional mencapai 76 juta ton tahun ini. Mentan berharap penerapan alat dan mesin pertanian sebagai suplemen, sibstitutor dalam proses produksi. "Semoga juga bisa membuka peluang bisnis pembibitan padi dan jasa sewa mesin di pedesaan," katanya.

Kepala Balitbang Kementan, Haryono mengatakan kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sawah mencapai 30 persen dari total kebutuhan tenaga kerja tanam. Hal ini menyebabkan biaya produksi membengkak, sehingga mengurangi pendapatan petani.

Rata-rata petani mengeluarkan ongkos Rp 1 juta rupiah untuk menanam 1 ha lahan padi. Sedangkan menggunakan alat ini, ongkos tanam bertambah sekitar Rp 300 per ha. "Makanya pemilik lahan masih banyak yang enggan beralih ke mesin," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement