Selasa 29 Oct 2013 15:36 WIB

Furnitur Jadi Industri Prioritas Penghasil Devisa Negara

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Furnitur asal Indonesia. Ilustrasi
Foto: .
Furnitur asal Indonesia. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia mencatat bahwa industri furnitur merupakan industri yang padat karya. Industri furnitur juga menjadi salah satu industri prioritas penghasil devisa negara.

Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun mengatakan, industri furnitur merupakan industri berbasis kayu atau rotan yang memiliki nilai tambah tinggi dan menyerap banyak enaga kerja. Selain itu industri furnitur merupakan industri yang banyak menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional.

‘’Kontribusi itu baik dalam perolehan devisa (ekspor) dan pada pendapatan domestik bruto (PDB),’’ katanya saat pidato sambutan acara pembukaan pameran furnitur dan produk interior di gedung Kemenperin Indonesia di Jakarta, Selasa (29/10).

Dia menambahkan, negara tujuan ekspor furnitur Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Prancis, Jepang, Inggris, dan Belanda. Sementara berdasarkan bahan baku, data ekspor furnitur kayu cukup berfluktuasi. 

Dia menyebutkan, data ekspor furnitur kayu pada tahun 2009 sebesar 1,15 miliar dolar AS. Tahun 2010 naik menjadi 1,4 miliar dolar AS, dan tahun 2011 turun menjadi 1,03 miliar dolar AS. ‘’Pada tahun 2012 naik menjadi 1,22 miliar dolar AS. Kemudian pada periode Januari-Juli 2013, ekspor furnitur kayu tercatat 711,3 juta dolar AS,’’ tuturnya.

Sementara itu, kata Alex, data ekspor rotan olahan cenderung menurun setiap tahun. Pada tahun 2009 sebesar 224 juta dolar AS, tahun 2010 sebesar 212 juta dolar AS. ‘’Kemudian ekspor di tahun 2011 sebesar 168 juta dolar AS, tahun 2012 sebesar 202 juta dolar AS, dan pada periode Januari-Juli 2013 baru mencapai 96 juta dolar AS,’’ ucapnya.

Adapun komposisi ekspor furnitur Indonesia dilihat dari segi bahan baku masih didominasi oleh bahan baku kayusebesar  59,5 persen; metal 8,1 persen; rotan 7,8 persen. Kemudian plastik 2,3 persen, bambu 0,5 persen, dan lain-lain 21,3 persen. Dia menegaskan, kondisi yang cukup fluktuatif ini perlu mendapat perhatian, baik dari pemerintah maupun pelaku usaha industri furnitur. Kebijakan-kebijakan pemerintah, dia melanjutkan, diharapkan bisa mendorong berkembangnya industri ini. 

‘’Dengan adanya kebijakan larangan eksor bahan baku rotan, maka ekspor barang jadi rotan seperti anyaman dan furnitur rotan diharapkan mengalami peningkatan,’’ tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement