Selasa 22 Oct 2013 16:33 WIB

Kadin: Indonesia Butuh Investasi dari Eropa

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Investasi (ilustrasi)
Foto: Reuters/Leonhard Foeger
Investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional Chris Kanter menilai dialog bisnis Uni Eropa (UE)-Indonesia (EU-Indonesia Business Dialogue / EIBD) merupakan forum penting untuk para pengusaha karena untuk kepentingan investasi atau peningkatkan kapasitas (capacity building).

Chris menjelaskan, hubungan antara Indonesia dengan UE sebenarnya sudah terjalin sejak ratusan tahun lalu. Namun, berbeda dengan hubungan bilateral lainnya, Indonesia dan UE memiliki kepentingan yang saling melengkapi. ‘’Kita membutuhkan investasi dari Eropa, dan Eropa perlu pasar negara berkembang. Keduanya merupakan mitra yang sempurna,’’ katanya saat ditemui di sela-sela pembukaan EIBD ke-4 di Jakarta, Selasa (22/10).

Dia menegaskan, kehadiran Indonesia di EIBD menjadi isyarat atau pertanda. Artinya, EIBD diperlukan oleh para pengusaha karena sebagai isyarat yang jelas ketika para pengusaha akan berinvestasi maupun untuk capacity building. Apalagi, perusahaan-perusahaan Eropa yang bukan perusahaan multinasional masih banyak yang belum mengetahui Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya mengetahui negara-negara seperti Cina dan Amerika Serikat (AS).  Dengan adanya EIBD, diharapkan berusahaan-perusahaan itu mau berbisnis di Indonesia

Lebih lanjut Chris mengatakan, forum bisnis ini menjadi kekuatan Indonesia unuk menguatkan menonjolkan produk-produk buatan Indonesia. Apalagi, nilai perdagangan antara Indonesia-UE cukup besar yaitu pernah mencapai 33 miliar dolar AS pada tahun 2011 lalu. ‘’Kita memiliki kekuatan di produk furnitur dan minyak sawit mentah (CPO) yang memiliki pasar yang besar,’’ ucapnya.

Selain itu, dia menambahkan, Indonesia unggul di manufaktur padat karya karena mempekerjakan banyak tenaga kerja yang mengakibatkan harga jual manufaktur menjadi mahal. Negara-negara di UE tidak sanggup membeli manufaktur buatan negaranya sendiri dan berpotensi membelinya di Indonesia. Sebaliknya, dia melanjutkan, kekuatan produk buatan UE seperti mesin, hingga peralatan berteknologi tinggi ternyata tidak diproduksi oleh Indonesia. ‘’Jadi bisnis UE-Indonesia bersifat komplementer dan tidak ada persaingan secara langsung, berbeda halnya saat kita bersaing dengan Cina,’’ tuturnya.

Untuk itu, dia menilai EIBD menjadi forum penting, terutama para pengusaha. EIBD menjadi tempat pertemuan dua pihak, yaitu pengusaha dari UE dan Indonesia. Di EIBD tersebut, dia melanjutkan, para pengusaha akan berbicara mengenai masalah-masalah yang mereka hadapi ketika di UE.

Dia mencontohkan, pengusaha obat dan makanan Indonesia kesulitan memasuki pasar UE karena negara tersebut menerapkan standar Pengawas Obat dan Makanan (POM) yang ketat. Untuk itu, pihaknya akan berbicara dengan pihak UE bagaimana capacity building di negara itu. Selain itu, bagaimana negara UE bisa membantu pihaknya agar produk Indonesia dapat memenuhi syarat POM dan dapat memasuki pasar Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement